REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo sepakat dengan pernyataan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) yang mengungkapkan bahwa ketimpangan di Indonesia makin melebar. Meski gini ratio ketimpangan mengalami penurunan, namun jika melihat realitasnya, seperti data pengangguran dan arus lalu lintas dana di masyarakat dinilai masih terlihat tidak masuk akal
"Dana itu kan tersedot banyak dari masyarakat melalui pengurangan subsidi dana, dana tersebut kemudian dipakai ke pembangunan infrastruktur yang bagian besar apa modal pembangunan infrastruktur yang padat modal, itu yang menikmati hanya BUMN dan kelompok kontraktor tertentu," kata Drajad kepada Republika, Rabu (9/10) malam.
Artinya, lanjut Drajad, dana yang tadinya tersebar dari masyarakat banyak baik kelas bawah, menengah, atas sekarang terkumpul di infrastruktur BUMN dan kelompok kontraktor tertentu. Ia mencontohkan pembangunan kereta layang di Jakarta yang hanya dinikmati kontraktor besar.
"Tapi tukang-tukang dan sebagainya yang terkena dampak oleh pengurangan subsidi dia enggak bisa menikmati nih. Proses ini kan banyak sekali di berbagai infrastruktur yang padat modal listrik dan sebagainya," ujarnya.
Ia berpendapat untuk mengurangi kesenjangan tersebut maka perlu ada program afirmatif. Program afirmatif yang dimaksud seperti program yang langsung ditujukan untuk masyarakat.
"Apakah itu dalam bentuk kas langsung atau dalam bentuk penyediaan lapangan kerja langsung," tuturnya.
Sebelumnya TNP2K melaporkan bahwa ketimpangan di Indonesia dinilai semakin hari semakin jauh antara si kaya dan si miskin. Walaupun gini ratio terus mengalami penurunan, namun kenyataannya ada konsentrasi aset nasional pada sebagian kecil kelompok terkaya.
"Pak Wapres Indonesia merupakan negara keempat tertimpang di dunia, pertama adalah Rusia, kedua India, ketiga Thailand dan keempat adalah Indonesia," ujar Sekretaris Eksekutif TNP2K Bambang Widianto.