REPUBLIKA.CO.ID, AKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur direksi Perum Perhutani sebagai pelaksana lapangan pembagian bidang lahan perhutanan sosial kepada masyarakat, khususnya petani. Teguran tersebut disampaikan Jokowi langsung di hadapan ratusan perwakilan petani yang diundang hadir di Istana Negara, Kamis (10/10).
Jokowi memandang, masih ada rantai birokrasi yang terputus dari pemerintah pusat ke pelaksana lapangan, dalam hal ini Perum Perhutani. Dalam beberapa kasus, Jokowi mengungkapkan, banyak penerima manfaat yang sudah mendapat Surat Keputusan (SK) Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) tetapi belum bisa menggarap lahannya. Bahkan Jokowi mengaku sempat menerima pengembalian SK IPHPS lantaran lahan yang seharusnya bisa digarap petani tak kunjung 'dilepas'.
Jokowi yakin bahwa terhambatnya program perhutanan sosial itu karena ulah oknum di lapangan yang selama ini merasa diuntungkan dari penggarapan lahan perhutanan. Setelah lahan-lahan tersebut diserahkan kepada petani, tentu saja sumber keuntungan oknum-oknum tersebut hilang.
"Ada yang bisa menerima ada yang nggak bisa menerima. Karena terganggu program ini. Saya ngerti. Ada yang merasa terganggu karena kenyamanan yang sudah lama dinikmati. Pak dirut, ini sudah tidak zaman kayak gini. Jangan sampai Perhutani lebih kolonial dari kolonial," ujar Jokowi kepada direksi Perum Perhutani yang ikut hadir di Istana Negara, Kamis (10/10).
Pascapertemuan dengan perwakilan petani di istana hari ini, Presiden meminta direksi Perum Perhutani untuk berdiskusi mengenai seluruh keluhan yang disampaikan petani. Jokowi menyampaikan, apa yang ia dengar di pusat ternyata berbeda dengan apa yang dilaporkan para petani di lapangan.
Pemerintah mencatat, hingga 1 Oktober 2019 ini sudah ada 25 ribu hektare lahan perhutanan sosial di Pulau Jawa yang pemanfaatannya diserahkan kepada masyarakat. Sementara itu, pemanfaatan dengan skema perlindungan kemitraan sudah mencakup 150 ribu hektare lahan. Angka tersebut masih jauh dibanding target pemerintah untuk membagikan 12,7 juta hektare lahan untuk perhutanan sosial.
"Ini bukan angka yang kecil. Namun praktik di lapangan nggak semudah itu. Di bawah ada birokrasi kita, (Perum) Perhutani," kata Jokowi.
Konflik antara petani dengan Perum Perhutani atau PT Perkebunan Negara (PTPN) memang tidak sedikit. Jokowi menyampaikan bahwa saat ini tercatat masih ada 528 konflik antara masyarakat desa dengan dua entitas pengelola hutan dan perkebunan tersebut.