REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban kasus pengantin pesanan (mail-order bride) di China sebagian besar berada di Henan dan Hebai. “Ada dua yang kita catat, provinsi Henan dan provinsi Hebai itu memang karena jumlah populasi banyak,” ujar Pejabat Protokol dan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing Ichsan Firdaus, Kamis (10/10).
Oleh karena itu, dia mengatakan saat ini KBRI Beijing terus melakukan pendekatan dengan pihak berwenang di tingkat provinsi di China dalam upaya mencegah kasus pengantin pesanan terus terjadi. Menlu RI-China bahas permasalahan pengantin pesanan.
"Sekarang dengan Hebai kita lakukan pendekatan dengan pihak berwenang, khususnya kalau ada WNI yang mau memperpanjang visa tinggal atau ada yang mau menikah, itu diminta ke KBRI,” ujarnya.
Ichsan juga menyebutkan pihak berwajib telah menahan sejumlah oknum agen asal China yang terkait dengan beberapa kasus pengantin pesanan. Sepanjang 2019, KBRI Beijing telah memulangkan 36 WNI korban kasus pengantin pesanan dan berhasil mengosongkan penampungan sementara atau shelter di KBRI.
Sebanyak 14 WNI korban kasus pengantin pesanan dipulangkan dari China. Wakil Dubes RI untuk China Listyowati mengatakan pencapaian KBRI Beijing tersebut dapat menjadi momentum melakukan langkah-langkah pencegahan agar kasus serupa tidak terulang pada masa mendatang.
"Ini belum usai. Dengan pulangnya para WNI ini, trennya juga malah berkembang seperti sebuah bisnis. Jadi kita juga mengedepankan aspek pencegahan seperti yang sudah disampaikan oleh menteri luar negeri, seperti upaya memutus mata rantai dan langkah-langkah hulu hilir,” ujar Listyowati.