REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Lilis Sri Handayani
‘’Saya masih trauma, belum terpikir untuk kembali ke Wamena (Papua),’’ ujar Dimas Marseto (28), saat ditemui di Pendopo Kabupaten Indramayu, Kamis (10/10).
Sambil menggendong anak perempuannya yang bernama Sisil (2), Dimas dan istrinya, Wasini (34), baru saja diterima Bupati Indramayu, Supendi, di Pendopo Indramayu. Keluarga kecil itu merupakan penyintas kerusuhan Wamena asal Kabupaten Indramayu.
Selain Dimas, ada keluarga lainnya, yakni Arif Wahyudin dan istrinya, Selawati. Mereka merupakan warga Dusun Karanganyar, Desa Sukra Wetan, Kecamatan Sukra.
Adapula Tania Ida, asal Desa Bugel, Kecamatan Patrol. Namun, Tania Ida tak ikut pulang ke Kabupaten Indramayu. Dia langsung dibawa oleh pihak keluarga suaminya ke Sukabumi.
Keenam warga Kabupaten Indramayu itu sebelumnya telah tinggal di Wamena selama bertahun-tahun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka berdagang berbagai barang kebutuhan warga.
‘’Saya tinggal di sana (Wamena) sejak 2013,’’ tutur Dimas.
Dimas dan istrinya tinggal di Wamena dengan mengontrak rumah. Mereka menjalani kehidupan sehari-hari dengan tenang dan rukun bersama warga asli Papua.
Namun, ketenangan itu tiba-tiba hilang saat kerusuhan pecah di Wamena pada 23 September 2019 lalu. Dalam sekejap, sendi-sendi kehidupan yang telah dibangun warga langsung terkoyak.
Dimas masih mengingat betul detik-detik terjadinya peristiwa mengerikan tersebut. Saat itu, dia baru saja mau membuka kiosnya. Namun, ada warga yang memberi tahu bahwa ada kerusuhan hingga niat untuk membuka kios itu diurungkannya.
Dimas dan keluarganya pun bersembunyi di dalam rumah. Dia sempat mengintip dari jendela untuk melihat peristiwa yang sedang terjadi.
Hati Dimas langsung terkoyak saat melihat kengerian yang belum pernah dilihatnya. Para perusuh datang dengan membawa berbagai senjata tajam, seperti panah dan gergaji kayu, serta bensin.
Dengan mata kepalanya sendiri, Dimas menyaksikan banyak warga yang dibunuh dengan cara sadis. Bahkan, adapula yang dibakar.
Merasa tak aman di dalam rumah, Dimas bersama istri dan anaknya bergegas keluar dan bersembunyi di kandang babi milik warga setempat yang ada di belakang rumahnya. Tak hanya mereka, adapula sejumlah warga lainnya asal Subang yang juga bersembunyi di kandang babi itu. Mereka bersembunyi tanpa suara di tempat itu selama tiga jam.
‘’Kami lompat ke kandang babi, bersembunyi di antara kotoran babi. Namanya juga ingin selamat, di mana saja asal bisa sembunyi,’’ terang Wasini, istri dari Dimas.
Total ada sembilan warga yang bersembunyi di dalam kandang babi itu. Mereka kemudian diselamatkan anggota TNI yang datang ke lokasi. Mereka kemudian dievakuasi ke markas koramil setempat sebelum akhirnya mengungsi ke Sentani.
Meski selamat, namun Dimas kehilangan semua harta bendanya yang habis dijarah oleh para perusuh. Dia pun kini tak memiliki apa-apa lagi.
Sebelum sampai di Kabupaten Indramayu, Dimas dan warga asal Jabar lainnya yang ada di Wamena diterima oleh Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, di Gedung Pakuan Bandung, Rabu (9/10). Setelah itu, mereka dipulangkan ke kampung halamannya masing-masing.
Setelah sampai di Kabupaten Indramayu, kelima penyintas itu diterima Bupati Indramayu, Supendi beserta unsur Forkopimda di Pendopo Indramayu, Kamis (10/10). Dalam kesempatan itu, mereka menceritakan kejadian yang mereka alami di Wamena.
Bupati Indramayu, Supendi, kemudian menyerahkan bantuan senilai Rp 7,5 juta kepada setiap keluarga. Bantuan itu diharapkan bisa meringankan beban kedua keluarga tersebut.