REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, mengatakan, Gerindra meminta posisi menteri bukanlah hal yang memalukan. Karena, menurutnya, itu merupakan bentuk kontribusi membangun negara.
"Kita minta tiga, ngapain kita malu-malu wong kita untuk bangun negara dengan program dan ide-ide yang cerdas, kecuali nyuri baru malu," kata Arief Poyuono saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (10/10).
Menempatkan kader Gerindra dalam struktur kabinet, kata Arief, merupakan bentuk keseriusan Gerindra membantu pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menuntaskan visi misi pembangunan negara lima tahun ke depan. "Kita kan membantu negara diajak koalisi, lah ya kita minta dong menterinya dan beberapa kepala badan," kata dia.
Setidaknya, Gerindra, menurut dia, meminta untuk posisi menteri ekonomi, SDM, dan menteri pertanian kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Karena kita kan menyodorkan program (karena itu kita minta menteri), kita juga sodorkan program ketenagakerjaan dan iklim investasi," katanya.
Menurut Arief, percuma saja Gerindra berkoalisi kalau tidak bisa ikut serta mengurus negeri. Sementara, mereka telah ikut satu perahu dengan pemerintah Jokowi-Ma'ruf.
"Ya kalau ada apa-apa kita yang kena, kita berada dalam koalisi, buat apa koalisi kalau tidak dapat mengurus negeri secara langsung," ujarnya.
Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menyarankan sebaiknya partai politik Gerindra tetap teguh menjadi oposisi. Keputusan itu lebih baik daripada bergabung dengan pemerintahan dan meminta jatah menteri.
"Belakangan Gerindra berusaha memasukkan kadernya jadi menteri, hal itu memunculkan pertanyaan publik mengenai etika politik parpol itu," kata Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam di Jakarta, Kamis (10/10).