REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak enam penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) peroleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga total, 13 fintech P2P kini telah berizin dan 127 fintech berstatus terdaftar di OJK.
Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menyampaikan izin OJK tersebut akan membantu meningkatkan performa dari fintech. Fintech bisa memperluas jangkauannya dengan bekerja sama dengan lebih banyak pihak dan semakin terpercaya di masyarakat.
Keenam anggota AFPI yang baru saja mendapatkan lisensi adalah Modalku, KTA Kilat (Pendanaan), Kredit Pintar, Maucash, Finmas dan KlikACC. Mereka menyusul tujuh fintech berizin lainnya, yakni Danamas, Investree, Amartha, Dompet Kilat, KIMO, Toko Modal, dan Uang Teman.
Izin usaha yang didapatkan oleh anggota AFPI tersebut berdasarkan Surat Keputusan OJK pada 30 September 2019 dengan surat keputusan OJK (KEP) mulai dari nomor 81 - 85 dan 87/D.05/2019.
Kuseryansyah menyampaikan pemberian izin juga menandakan kredibilitas industri fintech lending yang peduli dengan perlindungan data. Salah satu syarat izin adalah melengkapi ISO 270001 terkait sistem managemen keamanan informasi.
Kedepannya pemberian izin ini diharapkan dapat terus meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor kepada bisnis fintech lending di Indonesia. Dengan demikian jumlah penyaluran dan jumlah peminjam (borrower) maupun pemberi pinjaman (lender) semakin meningkat.
"Tujuan utamanya sekali lagi adalah untuk meningkatkan inklusi keuangan, menjangkau masyarakat yang sebelumnya tidak terlayani sistem keuangan konvensional," kata dia dalam konferensi pers AFPI di Four Season, Jakarta, Kamis (10/10).
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi menyampaikan ada sekitar 100 juta orang yang tidak terjangkau oleh sistem layanan keuangan saat ini. Salah satu tugas fintech adalah menjangkau mereka.
Hendrikus menyadari bahwa tidak mudah untuk meningkatkan inklusi keuangan yang sehat di tengah masyarakat yang unbankable maupun underserved. Pasalnya, mereka juga punya kebutuhan dan karakteristik yang berbeda.
"Fintech punya tugas tidak main-main, maka kita selalu selektif, tidak menurunkan standar untuk memberikan izin usaha," kata Hendrikus.
Perusahaan fintech yang akan mengajukan izin harus punya solusi dari hulu ke hilir untuk membantu masyarakat. Tidak hanya memberikan pembiayaan, tapi juga membantu mereka bertumbuh sehingga terangkat derajatnya.
Merujuk data OJK, akumulasi realisasi pinjaman yang telah disalurkan oleh Fintech Lending per Agustus 2019 sebesar Rp 54,71 triliun. Nilai ini tumbuh 141,40 persen year to date (ytd) dari posisi akhir Desember 2018 sebesar Rp 22,66 triliun.
Jumlah akumulasi rekening lender per Agustus 2019 sebanyak 530.385 entitas. Angka ini naik 155,60 persen secara ytd. Jumlah transaksi peminjam (borrower), sebanyak 12,83 juta entitas atau meningkat 194 persen ytd.
Salah satu fintech yang baru mendapat izin, Pendanaan menyampaikan izin ini akan cukup kuat agar bisa menjalin lebih banyak kerja sama. Presiden Direktur Pendanaan, Dino Martin menyampaikan visi perusahaan salah satunya adalah memperkaya ekosistem data digital.
"Tujuan kami bukan valuasi tapi membangun credit scorring yang kuat," kata dia.
Untuk mencapainya, maka perlu keterlibatan lebih banyak pihak. Dino mengatakan Pendanaan menargetkan untuk bisa jadi partner teknologi dari perbankan. Saat ini jaringan Pendanaan telah mencapai 33 provinsi sehingga cukup luas menjangkau masyarakat.
Pendanaan fokus pada pemberian kredit pengusaha warung makan. Hingga saat ini sudah ada 500 ribu pengusaha yang bergabung sebagai borrower. Ia menargetkan akhir tahun ini bisa tumbuh hingga dua kali lipat.