REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Takmir Masjid UGM, Mashuri Maschab mengungkapkan, Rektorat UGM sempat menyebut tekanan alumni sebagai alasan pembatalan kuliah umum yang dihadiri UAS. Tapi, ia sendiri tidak meyakini alasan itu.
Rektorat yang dimaksud Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan, Djagal Wiseso, dan Wakil Rektor Bidang SDM dan Aset, Bambang Agus. Pertemuan dilakukan di kantor Djagal, Rabu (9/10) pagi.
Bahkan, lanjut Mashuri, Djagal sempat menyebutkan nama Mensesneg Pratikno. Walau, ia tidak percaya Pratikno terlibat dalam pembatalan, dan akan memberitahukan langsung mantan muridnya tersebut via WA.
"Saya sampaikan ke Dek Tik karena Pak Djagal menyebut-nyebut nama Dek Tik, saya tidak akan mengatakan apa benar, asal dia tahu saja," kata Mashuri saat ditemui Republika di kediamannya di Sleman, Rabu (9/10).
Pertemuan itu sendiri merupakan undangan langsung dari Rektorat UGM atas pemberitahuan acara Takmir Masjid UGM. Tidak sendiri, Rabu pagi Mashuri datang ditemani Wakil Ketua Takmir Masjid UGM, Zuprizal.
Meski begitu, ia sendiri tetap tidak percaya jika Mensesneg Pratikno terlibat. Mashuri tidak pula mempercayai jika Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, turut menolak kedatangan UAS.
"Saya tidak percaya, termasuk mengatakan Sultan ikut melarang, tidak percaya saya," ujar Mashuri.
Pada kesempatan itu, Mashuri sudah menjelaskan acara itu merupakan forum ilmiah. Bahkan, tidak akan menggunakan spanduk, baliho, banner, dan tidak akan mengadakannya dengan konsep tablig akbar.
Namun, kata Mashuri, Djagal tetap bersikukup menolak kedatangan UAS. Ia menekankan, deadlock terjadi usai Djagal mengingatkan jika Masjid Kampus UGM merupakan bagian UGM dan harus mengikuti pimpinan.
"Oke, saya terima, kalau begitu ya sudah dibatalkan silakan, UGM buat surat mengambil alih masalah ini, saya mengikuti buat surat resmi ke UAS, saya diberi tembusan," kata Mashuri.
Mashuri menjelaskan, surat tembusan itu penting agar Takmir Masjid UGM bisa memberi pertanggungjawaban kepada publik. Kemudian, Djagal disebut memberi kesanggupan untuk melakukan itu.
"Sebetulnya sederhana, kalau UGM merasa menguasai masjid, sudah ambil alih saja, buat surat resmi, kalau orang bertanggung jawab loh," ujar Mashuri.
Sekali lagi, Mashuri menegaskan, dirinya tidak mau menjadi pembohong. Karenanya, walau menjadi pengundang UAS ke masjid dan ke rumahnya, ia merasa tidak memiliki urusan untuk melarang-larang kedatangan UAS.
"Karena yang tidak menghendaki Rektorat, ya sudah, buat saja surat ke UAS, jangan datang ke Masjid Kampus, saya yang berkuasa di UGM ini, Masjid Kampus bagian dari kami," kata Mashuri.
Sayangnya, sampai saat ini masih sangat sedikit konfirmasi yang bisa diberikan Rektorat UGM. Kepala Humas dan Protokol UGM, Iva Ariani, belum pula memberi tanggapan perihal tekanan dari alumni tersebut.
Namun, Rabu siang, Iva sempat membenarkan jika permintaan pembatalan itu memang datang dari pimpinan. Menurut Iva, pembatalan dilakukan untuk menjaga keselarasan yang ada di UGM.
"Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keselarasan kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik dengan jati diri UGM," ujar Iva.
Soal siapa yang dimaksud tidak sesuai jati diri UGM, Iva menuturkan, baik dari acara maupun pembicara, serta waktu yang tidak tepat. Tapi, ia tidak menutup kemungkinan mengundang UAS pada lain kesempatan.
"Artinya, apakah suatu saat ada kemungkinan mengundang UAS, ya bisa saja dalam acara dan suasana yang tepat," kata Iva, Rabu sore.
Sebelumnya, UAS sendiri diundang Takmir Masjid UGM untuk hadir pada Sabtu (12/10) mendatang. Rencananya, UAS akan mengisi kuliah umum bertajuk Integrasi Islam dengan IPTEK: Pondasi Kemajuan Indonesia.