REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Pejabat kesehatan Amerika Serikat (AS) akan merilis panduan baru bagi dokter terhadap pasien dengan riwayat merokok elektronik atau vaping. Panduan tersebut menekankan perlunya untuk menanyakan setiap pasien dengan infeksi pernapasan yang jelas tentang riwayat vaping mereka.
Pedoman yang diperbarui juga akan memberitahu dokter tentang cara mendiagnosis dan merawat pasien yang mungkin mengalami infeksi paru-paru dan cedera akibat vaping. Seorang petugas medis dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), Ram Koppaka mengatakan, para dokter perlu waspada bahwa ada tumpang tindih antara gejala awal cedera vaping dan infeksi pernapasan umum. CDC, kata dia, telah merekomendasikan dokter untuk mulai bertanya kepada pasien tentang riwayat vaping mereka selama kunjungan rutin.
"Mengumpulkan informasi itu sangat penting karena dokter mengevaluasi pasien dengan gejala pernapasan dari penyebab infeksi," kata Koppaka, Jumat (11/10).
Dia mengatakan bahwa kedua diagnosis harus mulai dievaluasi. Berdasarkan catatannya, 1.299 orang di Amerika Serikat telah mengkonfirmasi atau kemungkinan mengalami kasus cedera paru-paru yang terkait dengan vaping, dan 26 orang telah dinyatakan meninggal karena vaping.
Adapun gejala awal sakit akibat vaping meliputi sesak napas, batuk, nyeri dada, demam, dan dalam beberapa kasus, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare.
"Semua itu juga bisa dilihat seperti influenza," kata Koppaka.
Di Amerika Serikat, serangan flu mulai meningkat pada Oktober dan November. Kemungkinan flu akan memuncak antara Desember hingga Februari. Sementara, individu bisa terkena flu dan bisa mengalami cedera paru-paru karena vaping yang membuat para petugas medis kesulitan dan rumit untuk melakukan pelayanan.