REPUBLIKA.CO.ID, BENGKALIS --- Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead mengakui alokasi anggaran untuk merestorasi gambut di kawasan prioritas masih terbilang kecil. Pada tahun tahun ini, BRG memperoleh alokasi anggaran Rp 315 miliar. Begitupun untuk tahun depan, menurut Nazir anggaran yang diproyeksikan untuk BRG pada 2020 tak jauh berbeda dengan tahun ini.
Dari anggaran itu BRG menggunakannya untuk melakukan pembasahan lahan gambut melalui pembuatan sekat kanal serta penanaman untuk memulihkan gambut. Minimnya anggaran restorasi gambut pun membuat BRG membuka pintu bagi lembaga dan mitra negara untuk turut serta dalam mendanai restorasi gambut.
“Kita rasakan kurang betul (anggarannya). tapi kita kan punya banyak mitra juga. Jadi nanti kita akan minta mitra-mitra kita ini menutupi kekurangannya. Kita maksimalkan hibah dari LSM untuk melakukan sebagian pekerjaan yang kita memang targetkan,” kata Nazir pada Jum'at (11/10).
BRG pun tengah fokus merestorasi lahan gambut di tujuh Provinsi prioritas. Di antaranya Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua. Dari 900 ribu hektare gambut nonkonsesi sudah 678 ribu hektare gambut yang sudah ditangani terutama dengan pembuatan sekat kanal sebagai upaya pembasahan lahan gambut agar mencegah kebakaran gambut.
Nazir pun menargetkan pembuatan sekat kanal di lahan gambut nonkonsesi yang belum tertangani ditargetkan bisa selesai tahun depan. Sementara, untuk pembangunan sekat kanal sendiri diakuinya memerlukan biaya tak sedikit. Per satu sekat kanal yang dibangun bisa menghabiskan Rp 23 juta.
“Jadi masih ada sisa 100 ribu tahun depan. Disamping itu kita harus memastikan sekat-sekat kanal yang sudah kita bangun dari tahun pertama sampai sekarang harus dipelihara. Tentu memelihara lebih kecil biaya dari membangun. Ini harus kita pastikan berfungsi dengan baik,” katanya.