REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidowi tidak menampik adanya desakan sejumlah daerah pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang meminta Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin mundur dari jabatannya pascadilantik menjadi Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2019. "Memang ada desakan agar KH Ma'ruf Amin mundur setelah dilantik sebagai Wapres, tapi kembali lagi itu tergantung kehendak daerah," ujarnya di Mataram, Kamis malam (10/10).
Ia menjelaskan, bila merujuk periodesasi masa jabatan, KH Ma'ruf Amin baru bisa meletakkan jabatan sebagai Ketua Umum MUI pada 2020. Namun karena KH Ma'ruf Amin dilantik sebagai Wakil Presiden maka otomatis jabatan KH Ma'ruf Amin sebagai Ketua MUI bisa langsung mundur.
"Kalau mengikui aturan organisasi bisa selesai pada saat pelantikan. Nanti bisa saja tunjuk Pelaksana Tugas (Plt) atau seperti apa. Tapi kembali lagi semua itu tergantung perkembangan di daerah karena intinya MUI itu musyawarah mufakat," jelas Masduki Baidowi.
Menurut Masduki, di dalam Rakesnas di NTB tidak ada agenda pembahasan pergantian posisi Ketua MUI, sebab, forum tertinggi membahas pergantian posisi Ketua Umum ada di Musyawarah Nasional. Sementara Rakernas sebagai forum di bawah Munas sifatnya akan membahas program-program kerja MUI ke depan.
"Di dalam agenda MUI Pusat tidak di agendakan itu, tapi sebagai forum yang posisi dan eksistensinya berada di bawah Munas bisa saja itu dibahas. Namun kembali lagi itu semua sangat tergantung dinamika daerah sepeti apa apakah ada usulan dari daerah dan bagaimana baiknya kita musyawarahkan," ucapnya.
Masduki menegaskan persoalan pergantian posisi Ketua Umum MUI tergantung dinamika yang terjadi di daerah. Karena kalau mengikuti aturan Munas baru akan dilaksanakan antara bulan Agustus atau Oktober 2020.
"Kalau melihat masa jabatan KH Ma'ruf saat ini sudah berjalan 4,5 tahun. Tapi sekali lagi itu semua tergantung aspirasi daerah, bisa saja nonaktif sebagai ketua hingga nanti dipertangungjawabkan di Munas," katanya.