Jumat 11 Oct 2019 15:31 WIB

Dukung Aktivis Hong Kong, China Kecam Politikus Thailand

Thailand menganggap situasi di Hong Kong sebagai urusan dalam negeri China.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Pendemo di Hong Kong
Foto: EPA-EFE/FAZRY ISMAIL
Pendemo di Hong Kong

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemerintah China mengecam politikus Thailand karena menunjukkan dukungan kepada para aktivis Hong Kong yang berpartisipasi dalam demonstrasi selama empat bulan terakhir. China menilai tindakan tersebut dapat membahayakan hubungan bilateral kedua negara.

“Beberapa politikus Thailand telah menghubungi kelompok yang ingin memisahkan Hong Kong dari China, menunjukkan sikap dukungan. Ini salah dan tidak bertanggung jawab,” kata Kedutaan Besar China di Bangkok dalam sebuah pernyataan yang dirilis, Kamis (10/10) malam waktu setempat.

Baca Juga

Dalam pernyataan itu, China tak mengungkap identitas politikus Thailand yang dimaksud. Ia hanya menyebut tindakan semacam itu membahayakan hubungan kedua negara.

“China berharap orang-orang yang relevan akan memahami kebenaran tentang masalah di Hong Kong, bertindak hati-hati, dan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk persahabatan antara China dan Thailand,” katanya.

Kementerian Luar Negeri Thailand menolak mengomentari pernyataan yang dipublikasikan Kedutaan Besar China di Bangkok. Namun, merujuk pada pernyataan yang telah dirilis pada September lalu, Thailand menganggap situasi di Hong Kong sebagai urusan dalam negeri China.

Pernyataan Kedutaan Besar China di Bangkok dirilis beberapa hari setelah aktivis pro-demokrasi Hong Kong Joshua Wong mengunggah foto bersama tokoh oposisi Thailand Thanathorn Juanggroongruangkit di akun Twitter pribadinya. “Di bawah penindasan otoriter garis keras, kami berdiri dalam solidaritas,” kata Joshua.

Future Forward Party Thanathorn menolak mengomentari tentang foto yang diunggah Joshua dan pernyataan yang dirilis Kedutaan Besar China di Bangkok. Namun, Panglima Angkatan Bersenjata Thailand Jenderal Apirat Kongsompong secara tidak langsung telah mengkritik pertemuan antara Joshua dan Thanathorn.

Menurut Apirat, pertemuan itu sungguh tidak pantas. “(Joshua) Wong datang berkali-kali ke Thailand. Untuk bertemu siapa? Pertemuan itu memiliki agenda tersembunyi. Apakah mereka berkonspirasi, memasak sesuatu bersama-sama?” ujar Apirat dalam sebuah konferensi pers, Jumat (11/10).

Pemerintah Thailand telah dijalankan oleh junta militer selama lima tahun. Hal itu berlangsung sejak panglima militer Jenderal Prayuth Chan-ocha menggulingkan pemerintahan terpilih.

Gelombang demonstrasi di Hong Kong selama empat bulan terakhir terjadi setelah adanya pengenalan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Masyarakat menganggap RUU tersebut merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di Hong Kong.

Sebab bila diratifikasi, RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke Cina daratan. Mereka menilai RUU itu dapat merusak independensi hukum Hong Kong.

Selain itu, para demonstran menilai proses peradilan di Cina tak independen dan perlindungan hak asasi manusianya dianggap tak dijamin. Oleh sebab itu mereka menyerukan RUU ekstradisi dicabut sepenuhnya.

Pada awal September lalu pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam akhirnya memutuskan menarik RUU tersebut. Dia mengatakan prioritas pemerintahannya saat ini adalah mengakhiri kekerasan, menjaga supremasi hukum, dan memulihkan ketertiban serta keamanan di masyarakat.

Namun, hal itu tak cukup untuk meredam dan menghentikan gelombang demonstrasi. Massa justru menuntut Lam mundur dari jabatannya dan mendesak agar kekerasan yang dilakukan aparat terhadap demonstran diusut tuntas.

Lam telah mengisyaratkan akan mengizinkan militer Cina memasuki wilayahnya jika situasi tak terkendali. Jika hal itu dilakukan, kondisi di Hong Kong diyakini akan semakin bergejolak.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement