REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Hampir setengah dari tahanan yang menghadapi jerat hukuman mati di Malaysia adalah warga negara asing. Warga Nigeria menjadi mayoritas dan warga Indonesia terbanyak kedua.
Menurut sebuah laporan yang dirilis Amnesti Internasional Malaysia (AIM) sebagaimana dilansir The Star, Jumat (11/10), sebanyak 568 warga asing dari 43 negara terancam hukuman mati pada Februari tahun ini. Warga Nigeria mencapai 21 persen dari orang asing yang dijatuhi hukuman mati, diikuti oleh orang Indonesia (16 persen), Iran (15 persen), India (10 persen), Filipina (delapan persen) dan Thailand (enam persen).
Pada Februari, dari total 1.281 tahanan di penjara Malaysia, 89 persen adalah pria. Adapun 713 orang Malaysia yang dihukum mati, 48 persen adalah Melayu, 25 persen etnis India, 24 persen etnis China, dan empat persen etnis minoritas lainnya.
Laporan AIM didasarkan pada data yang diberikan kepada mereka oleh sumber resmi. Direktur eksekutif AIM Shamini Darshni Kaliemuthu mengatakan hukuman mati adalah noda pada sistem peradilan pidana negara.
"Malaysia memiliki peluang emas untuk memutuskan dengan puluhan tahun kekejaman dan ketidakadilan, yang secara tidak proporsional menimpa beberapa orang yang paling terpinggirkan," katanya.
Dia menambahkan pemerintah harus menghapus hukuman kejam dan tidak manusiawi ini tanpa penundaan karena sistem itu memiliki banyak kekurangan. Pada Oktober tahun lalu, Menteri di Departemen Perdana Menteri Datuk Liew Vui Keong mengatakan Kabinet telah memutuskan menghapuskan hukuman mati dengan moratorium bagi mereka yang berada di penjara.
Namun, pada Maret tahun ini Wakil Menteri di Departemen Perdana Menteri Mohamed Hanipa Maidin mengumumkan di Parlemen pemerintah mengusulkan menerapkan kebijakan hukuman untuk 11 pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Hukum Pidana dan Senjata Api (Peningkatan Sanksi) 1971, yang saat ini membawa mandat hukuman mati.
MADPET (Warga Malaysia Menentang Hukuman Mati dan Penyiksaan) mengatakan berharap penghapusan hukuman mati wajib hanyalah langkah pertama menuju penghapusan total hukuman mati. Mereka mengatakan penghapusan hukuman mati juga akan menghilangkan kemungkinan eksekusi orang tidak bersalah, yang merupakan keguguran keadilan.
"Polisi, jaksa penuntut, hakim, dan bahkan pengacara tertuduh, semuanya manusia, tidak sempurna, dan dapat menyebabkan salah mengeksekusi orang," kata mereka dalam sebuah pernyataan.