REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan, Arteria Dahlan menjadi bahan perbincangan masyarakat luas belakangan ini. Tak sedikit yang mengecam sikap Arteria lantaran sikapnya membentak Profesor Emil Salim saat berdebat soal revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di program Mata Najwa. Sikap Arteria tersebut dianggap tidak sejalan dengan revolusi mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo.
"Arteria telah menunjukkan pada publik, jika program revolusi mental dan program lain yang relevan dengan pembangunan etika manusia Indonesia. Jelas gagal menyasar politisi, terlebih PDI Perjuangan," ujar Peneliti komunikasi politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah, saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (11/10).
Dedi melihat dua hal perlu terkait sikap Arteria. Pertama, kata Dedi, Arteria bisa saja menjalankan tugas sebagai tim sangkur, baik itu mewakili PDI Perjuangan maupun tim kontra KPK. Sehingga pembelaan Arteria tidak bisa dilihat sebagai pesan personal, karena ia membawa kepentingan kelompok.
Untuk yang kedua, lanjut Dedi, Arteri benar-benar tidak memahami essensi persoalan. Sebagian besar argumentasinya mendasar pada kebenciannya pada pembela KPK. Bahkan, kata Dedi, cenderung menyesatkan publik terkait kinerja KPK yang sejauh ini cukup terbuka.
"Kondisi tersebut jelas memilukan, karena bagaimanapun Arteria telah menambah corak buruk DPR RI yang selama ini minim kepercayaan dari publik," tutup Dedi.
Dalam debat yang ditampilkan dalam program Mata Najwa episode Ragu-ragu Perppu, Arteria menunjukkan sikap yang meluap - luap, sampai menunjuk-nunjuk Emil Salim. Pada mulanya, Arteria bicara soal operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK yang dinilainya dipandang publik berlebihan. Padahal, menurut dia, banyak janji KPK yang tidak tercapai.
Pernyataan Arteria itu kemudian dibalas Emil dengan menyinggung soal ketua partai yang terjerat kasus di KPK. "Apa semua ketua partai masuk penjara, apa itu tidak bukti keberhasilan KPK?" ujar Emil.
Tetapi menurut Arteria, penangkapan ketua partai itu sebagian kecil dari kerja KPK. Arteria menyoroti sejumlah hal mulai dari monitoring hingga pencegahan. Arteria bahkan 'menguliahi' profesor dari almamaternya sendiri.
"Bagaimana penindakannya, bagaimana juga supervisi, monitoring ini dan koordinasi ini tidak dikerjakan Prof, tolong jangan dibantah dulu Prof," ujar Arteria.
Arteria pun bicara soal alasan pembentukan dewan pengawas hingfa sejumlah kasus korupsi yang menurut dia tak diangkat KPK, misalnya dana bencana, kasus KONI hingga kasus pasar Sawit. Emil Salim lantas mengatakan, ada kewajiban dalam UU KPK untuk menyampaikan laporan. Namun Arteria menepis hal tersebut.
"Mana Prof, saya di DPR, Prof. Tidak boleh begitu Prof, saya yang di DPR saya yang tahu, mana Prof? Sesat, ini namanya sesat," kata Arteria memotong pernyataan Emil dengan menunjuk-nunjuk Emil dengan posisi setengah berdiri.
Arteria dengan Emil Salim juga terus berdebat di segmen lain, misalnya soal demokrasi, pemilihan dan korupsi. Arteria pun menyinggung proses Emil menjadi Menteri Pertanian di era Soeharto, kali ini dengan suara keras. "Anda bisa jadi menteri karena proses politik di DPR, Pak jangan salah," ujar Arteri.
Bahkan, dalam beberapa perdebatan, Arteria masih terus menunjuk - nunjuk Emil, meskipun Emil sempat mengingatkan sikapnya. "Kasih contoh pak ke generasi muda kita, bernegara dengan baik, beradab dengan baik dan beretika dengan baik," kata Emil.
Saat ditanya soal kemungkinan ia meminta maaf, Arteria justru ingin Emil Salim menarik ucapannya.
"Saya minta Prof Emil tarik ucapannya. Baca dulu revisi UU KPK, pahami fakta hukum dan sosial yang ada, bicara sesuai keahlian saja. Beliau kan ekonom tapi bicara seolah-olah ahli hukum," ujar Arteria saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (10/10).
Menurut Arteria, tidak tepat kalau Emil Salim dengan latar belakang ekonom tiba-tiba berbicara soal hukum terkait Revisi UU KPK. "Beliau tidak memahami dengan benar materi muatan yang ada di Revisi UU KPK tiba-tiba berpendapat banyak kelirunya, sudah dicoba untuk diklarifikasi tapi justru menyerang kehormatan, tidak hanya menghina bahkan menista kami tapi juga institusi DPR," kata dia.
Arteria pun menyatakan diri tetap berpegang pada apa yang diyakininya. Ia menyatakan, akan terus mempertahankan argumennya soal UU KPK tersebut. "Bagi saya ini masalah perjuangan ideologi, saya datang untuk melakukan dialektika kebangsaan, bukan untuk debat kusir dan penggiringan opini. Dari sejak awal saya melihat ini sudah tidak sehat," ucap Arteria.
Arteria menyayangkan sikap Emil Salim dalam debat yang dinilainya justru menjelekkan DPR RI. Arteria pun mengulas balik latar belakang Emil Salim yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian di era Soeharto.
"Jangan bicara DPR banyak yang ditangkap, tapi sadar tidak beliau dibesarkan oleh Orba yang penuh dengan perilaku koruptif. Apa yg beliau perbuat? Jangan tiba tersadarkan saat ini dan merasa diri lebih hebat lebih bersih dari kami-kami yang di DPR," ujar Arteria.