REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibunda dari Akbar Alamsyah, pemuda yang meninggal saat terjadi kericuhan pada aksi demonstrasi di Komplek Parlemen Senayan, mengaku sampai saat ini belum mendapat penjelasan dari pihak kepolisian terkait penyebab kematian dan status tersangka sang anak. Bahkan, pihak kepolisian belum ada yang mendatangi kediamannya pascapemakaman Akbar pada Jumat (11/10) pagi.
"Tidak ada polisi yang kasih penjelasan sampai sekarang. (Datang) ke sini juga tidak ada," kata Rosminah, ibunda Akbar Alamsyah, kepada Republika, Sabtu (12/10).
Rosminah mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih belum memikirkan langkah yang akan diambil terkait kematian Akbar yang terbilang tragis itu lantaran mukanya lebam, tulang kepala patah dan koma selama 12 hari sebelum meninggal dunia. Termasuk rencana menanyakan musabab luka-luka dan status tersangkanya kepada pihak kepolisian.
"Belum kepikir. Sekarang kita sedang berduka dulu," jawab Rosminah singkat saat ditanyakan kemungkinan meminta polisi membuka hasil penyelidikan terhadap Akbar.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengakui Akbar ditetapkan sebagai tersangka saat dalam kondisi koma. Penetapan tersangkanya didasarkan pada keterangan sejumlah saksi yang mengatakan Akbar terlibat dalam penyerangan terhadap aparat saat kericuhan pecah pada aksi unjuk rasa di Kompleks Parlemen Senayan, 25 September 2019.
"Perusuh yang kita tangkap, kita lakukan pemeriksaan dan tentunya ada saksi yang diperiksa, juga yang ikut diamankan yang menyatakan yang bersangkutan ikut melempari petugas, merusak dan sebagainya," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jumat (11/10).
Terkait luka-luka dan penyebab kematian Akbar, Polda Metro Jaya mengaku belum mendapat informasi dari pihak kepolisian. "Itu masih kita update dari dokter, sampai sekarang belum mendapatkan, memang ada luka di kepala," kata Argo.
Fitri Rahmayani, kakak kandung Akbar Alamsyah, menceritakan, Akbar hilang pada 26 September 2019 setelah malam sebelumnya Rabu (25/9) pergi menonton demo di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, bersama dua temannya. Akbar diketahui berprofesi sebagai karyawan swasta di Kawasan Pondok Indah.
Pihak keluarga baru dikabari Akbar hilang pada Jumat (27/9) oleh teman-temannya yang sejak Kamis mencari keberadaan Akbar usai kericuhan. Di hari yang sama Fitri bersama ibunya mencoba mencari tahu kabar dan keberadaan Akbar dengan mendatangi sejumlah rumah sakit dan kantor polisi. Mereka juga menyebar informasi melalui pesan berantai media sosial.
Pada 27 September, keluarga menemukan identitas nama Akbar Alamsyah di kantor Polres Metro Jakarta Barat. "Di Polres Jakbar ada nama Akbar tertulis di situ, tapi kami tidak dibolehkan menjenguk ataupun melihat, Mama sempat nitip ke petugas makanan dan pakaian buat Akbar tapi tidak tahu dikasih, apa nggak," kata Fitri.
Pada 27 September itu juga, kata Fitri, keluarga mendapat pesan berantai melalui grup WA yang mengabarkan ada korban tanpa identitas dirawat di RS Pelni. Keluarga menyusul, setibanya di RS Pelni, pihak rumah sakit mengabarkan, Akbar sudah dirujuk ke RS Polri Kramatjati sekitar pukul 12.30 WIB.
"Padahal di jam itu kami sedang di Polres Jakarta Barat, di sana petugas tidak ada kasih info apa-apa soal Akbar, cuma bilang nama Akbar ada di situ, tapi tidak bisa dikunjungi karena urusan pemeriksaan," kata Fitri.
Fitri lalu mendatangi RS Polri di Kramatjati, tiba pukul 00.30 WIB, tidak diizinkan bertemu karena alasan sudah lewat jam besuk. Hari berikutnya Sabtu (28/9) keluarga mendatangi lagi RS Polri Kramatjati. Pihak keluarga dibolehkan melihat Akbar yang dirawat di ruang ICU. Petugas, kata Fitri, membatasi hanya boleh orang tua salah satu untuk berada di dalam yang lainnya tidak dibolehkan.
Saat ditemukan, kondisi Akbar dirawat di ruang ICU RS Kramatjati, dengan muka tidak bisa dikenali, karena membengkak dan dipasang selang di bagian mulut.
"Mama yang liat, wajahnya itu sudah tidak bisa dikenali, kepalanya besar kayak kena tumor gitu, bibirnya jontor, bengkak sampai menutup lobang hidung, mata kiri bengkak, kalau badan sampai kaki baik-baik saja tidak ada tanda luka atau apa," kata Fitri.
Fitri menduga ada kejanggalan dengan kematian sang adik. Tapi keluarga hanya bisa menduga tidak punya cukup bukti untuk menuntut siapa yang membuat Akbar sampai meninggal dunia.
Ia juga memastikan Akbar tidak memiliki riwayat penyakit. Tapi ketika ditemukan di rumah sakit, Akbar harus menjalani operasi. Ada catatan mengatakan infeksi saluran kemih dan harus menjalani cuci darah selama lima kali.