REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen mendorong akses industri bagi petambak. Hal itu seiring dengan maraknya keluhan petambak yang merasa minim akses ke kalangan industri.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Setyamurti Poerwadi menyampaikan, sejauh ini keberpihakan kepada petambak lokal masih rendah. Untuk itu pihaknya berkomitmen mendorong akses industri bagi petambak lokal agar terwujud konektivitas yang baik.
“Petambak enggak punya akses dan informasi ke pembeli akhir, nah ini mau kita kembangkan bersama. Supaya konektivitasnya terjadi,” kata Brahmantya saat dihubungi Republika, Ahad (13/10).
Misalnya, dia mencontohkan, musim panen garam di Kabupaten Pati beberapa waktu lalu sukses diserap garamnya ke wilayah Cilacap. Di mana, kata Brahmantya, tingkat kebutuhan garam di wilayah tersebut cukup tinggi.
Dia menjelaskan, minimnya akses informasi petambak kepada pembeli akhir ini harus diisi dengan peran pemerintah dari berbagai sektor. Pihaknya pun berkomitmen bakal memfasilitasi petambak dengan informasi pasar yang baik dengan menggandeng beberapa kementerian teknis terkait seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan juga Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Seperti diketahui, harga garam petambak lokal kerap anjlok seiring adanya kuota impor garam industri. Brahmantya menyebut, impor garam industri yang masif tersebut riskan terhadap kebocoran garam konsumsi di pasaran. Menurut dia, penggunaan garam lokal bagi industri bisa dimungkinkan asalkan ada keberpihakan dan kerja sama yang solid.
“Yang rembes-rembes itu kan garam impornya juga ada, kita tahu lah. Makanya kita perlu beri akses industri ke petambak kita, ini soal keberpihakan saja kok,” kata dia.
Terkait dengan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 yang memasukkan kembali garam menjadi barang pokok agar bisa ditetapkan harga acuannya masih menunggu keputusan Presiden Joko Widodo. Pihaknya menyebut sejauh ini keputusan teknis itu masih digodok di Kemendag dan bakal dikomunikasikan lebih jauh kepada KKP jika terdapat hal yang perlu dikordinasikan secara teknis.
Sambil menunggu itu, dia menyebut pemerintah perlu bersama-sama menjalin keberpihakan yang konkret bagi petambak lokal. Dia meminta kepada Kemenperin untuk membuka akses bagi petambak ke sektor industri.
Sekretaris Jenderal Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI) Waji Fatah Fadhilah mengakui, minimnya akses informasi terhadap sektor industri membuat petambak lokal sulit menjual hasil produksi garamnya. Padahal, kata dia, petambak lokal mengklaim mampu bersaing baik secara harga dan kualitas.
"Kalau ada aksesnya, kami siap bersaing. Dari harga dan kualitas," kata Waji.
Minimnya akses ke dunia industri bagi petambak bukan berarti tak ada satu pun petambak yang menjalin kerja sama dengan sektor industri pabrikan. Menurut dia, dengan kualitas Garam Premium Lokal (GPL) petambak dapat masuk ke dunia industri.