REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat warga terdampak kekeringan mencapai 130 ribu jiwa tersebar di 16 kecamatan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunung Kidul Edy Basuki di Gunung Kidul, Ahad (13/10) mengatakan kekeringan di wilayah Gunung Kidul meluas di 16 kecamatan dari 18 kecamatan yang ada.
"Banyaknya bantuan dari pihak luar, sehingga anggaran masih tersedia hingga beberapa hari ke depan. Hingga pertengahan Oktober 2019 wilayah Gunung Kidul belum hujan," kata Edy.
Ia mengatakan kecamatan yang baru terdampak kekeringan yakni Kecamatan Karangmojo. Meski luasan terdampak kekeringan terus bertambah, hingga sekarang pemkab belum menetapkan status darurat kekeringan.
Alokasi anggaran 2019 untuk droping air sebanyak Rp 530 juta, yang digunakan untuk membeli air dan kebutuhan droping seperti baham bakar minyak dan spare part mobil tangki.
Nantinya jika status kekeringan ditingkatkan pihaknya bisa mengakses anggaran belanja tak terduga dan bantuan pemerintah pusat. Tapi dikarenakan armada yang dimiliki terbatas, maka kita bertahan dengan anggaran yang melekat di BPBD. Nanti setelah dananya akan habis status darurat baru akan ditetapkan.
"Statusnya belum meningkat karena masih memiliki stok bantuan dari pihak ke tiga, jadi belum ada peningkatan status," katanya.
Edy mengatakan hujan di wilayah Gunung Kidul diperkirakan dimulai November mendatang. Untuk itu pihaknya berharap masyarakat untuk menghemat air bersih. "Untuk hujan diperkirakan pertengahan November," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Gunung Kidul Drajad Ruswandono mengaku berterima kasih atas bantuan pihak ketiga untuk mengatasi masalah krisis air. Meski demikian, pemkab tidak ingin terus-terusan bergantung terhadap bantuan.
"Kami berupaya melakukan pencarian sumber air baru," katanya.