Senin 14 Oct 2019 02:13 WIB

Pasukan Bersenjata Serang Masjid di Burkina Faso

Serangan ini menyebabkan 16 orang tewas dan dua orang mengalami luka-luka.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Tentara berjaga di depan Kedutaan Prancis di Burkina Faso.
Foto: AP
[ilustrasi] Tentara berjaga di depan Kedutaan Prancis di Burkina Faso.

REPUBLIKA.CO.ID, BURKINA FASO -- Sekelompok laki-laki bersenjata menyerang Masjid Great Salmossi di Burkina Faso, Afrika Barat, pada Jumat (11/10). Serangan ini menyebabkan 16 orang tewas dan dua orang mengalami luka-luka.

Pada Ahad (13/10), pejabat daerah dari provinsi Oudalan Ernest Bouma Nebie mengatakan sekelompok laki-laki bersenjata itu menyerang masjid Great Salmossi saat shalat isya sedang berlangsung. Hingga saat ini, belum ada kelompok radikal yang mengakui aksi ini sebagai perbuatan mereka. Akan tetapi, diketahui ada kelompok radikal terkait Al Qaida dan ISIS yang beraktivitas di wilayah tersebut.

Seperti dilansir ABC News, Burkina Faso pada mulanya merupakan sebuah negara di Afrika Barat yang cukup damai. Ketentraman Burkina Faso mulai terkoyak ketika serangan ekstrimis besar pertama terjadi pada 2015 di negara tersebut.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menemukan adanya peningkatan serangan yang terjadi di Burkina Faso selama beberapa bulan terakhir. Kondisi ini memaksa hampir 500 ribu orang untuk pergi meninggalkan rumah mereka di Burkina Faso.

Seperti dilansir dari laman resmi PBB, Sekjen PBB Antonio Guterres turut mengecam penyerangan terhadap Masjid Great Salmossi ini. Guteress juga menegaskan komitmen PBB untuk bekerjasama dengan Burkina Faso dalam menjaga keberlangsungan negara tersebut.

Sehari setelah penyerangan masjid di Burkina Faso, sekitar 1.000 orang melakukan aksi demonstrasi di ibu kota Burkina Faso, Ouagadougou. Para demonstran menuntut pemerintah untuk segera mengakhiri kekerasan dan mengecam keberadaan pasukan militer asing di wilayah tersebut.

PBB mengungkapkan, bahwa situasi buruk yang terjadi di Burkina Faso telah menyebabkan terjadinya kondisi darurat kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Juru Bicara UNHCR Andrew Mbogori mengatakan sekitar 486 ribu orang terpaksa harus pergi meninggalkan Burkina Faso akibat kondisi yang memburuk. Sebanyak 267.000 di antaranya pergi meninggalkan Burkina Faso dalam tiga bulan terakhir.

Sejak 2018, tercatat sudah ada lebih dari 500 korban jiwa yang jatuh akibat 472 serangan dan operasi balasan militer. Situasi penuh kekerasan ini telah memberi dampak yang sangat berat, khususnya pada layanan umum seperti kesehatan dan pendidikan.

"Malnutrisi dan kelaparan merupakan ancaman nyata," ungkap Mbogori memberikan gambaran situasi di Burkina Faso.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement