REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) akan menarik sekitar 1.000 tentara terakhir mereka dari Suriah Utara. Menteri Pertahanan AS pada Ahad (13/10) mengatakan, penarikan itu dilakukan setelah mengetahui Turki berencana untuk memperpanjang serangan militernya terhadap milisi Kurdi lebih jauh ke selatan, jauh dari yang direncanakan sebelumnya.
Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan, pertimbangan penarikan itu lantaran sekutu mereka, Pasukan Demokrat Suriah (SDF) sedang mencoba membuat kesepakatan dengan Rusia untuk melawan serangan Turki. Seorang politikus Kurdi Suriah mengatakan, bahwa SDF dan pemerintah Suriah memang sedang dalam pembicaraan di pangkalan udara Rusia terkait cara menghentikan serangan Turki. Sementara, media pemerintah Suriah mengatakan, tentara Suriah dikirim ke utara untuk menghadapi serangan Turki.
Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan, serangan Turki akan membentang dari Kobani di barat ke Hasaka di timur dan diperluas sekitar 30 km (19 mil) ke wilayah Suriah. “Sejalan dengan peta zona aman yang telah kami nyatakan sebelumnya," ujarnya di Istanbul, Turki, Ahad (14/10).
Dia mengatakan, kota perbatasan Ras al Ain sudah di bawah kendali Turki. Ia juga mengklaim pasukan pemberontak Turki dan sekutu Suriah telah mengambil jalan raya sekitar 30-35 km (18-22 mil) ke wilayah Suriah, yang akan memutuskan jalur utama yang menghubungkan wilayah-wilayah yang dikelola Kurdi di utara Suriah yang dilanda perang.
Seorang pejabat SDF mengatakan, bentrokan sedang terjadi di sepanjang jalan. Laporan baru tentang korban sipil juga mengemuka. Dalam laporan terakhir, Pemantau Suriah untuk HAM menyebut, serangan udara Turki di Ras al Ain menewaskan 14 orang termasuk 10 warga sipil pada Ahad (13/10).
Sementara SDF mengatakan "kelompok sipil" telah ditargetkan untuk diserang. Serangan Turki bertujuan untuk menetralisir milisi YPG Kurdi, komponen utama SDF dan dilihat oleh Turki sebagai kelompok teroris yang bersekutu dengan pemberontak Kurdi di Turki.