Senin 14 Oct 2019 06:47 WIB

Profesor Hukum Diprediksi Jadi Presiden Tunisia

Saied diproyeksikan menang dengan perolehan suara antara 72 sampai 77 persen suara.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Profesor hukum Tunisia Kais Saied berbicara kepada wartawan, Ahad (13/10). Ia diprediksi memenangkan pemilihan presiden Tunisia.
Foto: AP Photo/Mosa'ab Elshamy
Profesor hukum Tunisia Kais Saied berbicara kepada wartawan, Ahad (13/10). Ia diprediksi memenangkan pemilihan presiden Tunisia.

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Rakyat Tunisia memilih sosok profesor hukum Kais Saied sebagai presiden baru untuk menjalankan demokrasi. Hasil tersebut terlihat dari exit poll yang telah dirilis sejak Ahad (13/10).

Jajak pendapat yang dilakukan di media Tunisia ini memproyeksikan calon independen tersebut memenangkan pemilihan dengan perolehan suara antara 72 sampai 77 persen suara. Sedangkan lawannya, Nabil Karoui, diperkirakan memenangkan suara antara 23 sampai 27 persen.

Baca Juga

Jumlah pemilih yang sudah terhitung mencapai 38,2 persen dalam tiga jam sebelum pemungutan suara berakhir. Komisi pemilihan Tunisia mengatakan, partisipasi dalam pemilu ini lebih tinggi daripada dalam pemilihan legislatif pekan lalu. Sekitar 7,2 juta orang terdaftar untuk memilih, dengan lebih dari 4.500 tempat pemungutan suara di seluruh negeri.

Atas hasil jajak pendapat itu, tim Saied pun melakukan perayaan di kantor kampanye pemilihan di Tunis tengah. Laporan Aljazirah menyatakan, terlihat kembang api menghiasi langit dan para pendukung membunyikan klakson mobil sebagai tanda perayaan.

Kedua kandidat yang bertarung dalam pemilihan presiden Tunisia ini memiliki latar belakang yang berbeda. Namun, Saied dan Karoui sosok yang berhasil maju ke babak terakhir setelah mengalahkan beberapa calon lain.

Saied merupakan sosok mantan pengacara dan pemilik media yang tidak pernah memiliki pengalaman politik. Pria berusia 61 tahun ini menawarkan program yang berguna untuk memerangi korupsi dan melakukan desentralisasi.

Sedangkan Karoui mendapatkan tuduhan melakukan tindakan korupsi yang telah dibantah olehnya. Dia dibebaskan dari penjara pada Rabu setelah menghabiskan lebih dari sebulan dalam tahanan atas pencucian uang dan tuduhan penggelapan pajak.

Pemilik media di Tunisia ini mencoba menempatkan diri sebagai pembela kaum miskin Tunisia dan menjabat sebagai ketua partai Heart of Tunisia yang baru saja didirikan. Dia ingin membawa angin segara setelah delapan tahun pemberontakan Musim Semi Arab yang mengulingkan pemerintahan lalu.

Saied akan menghadapi tingkat pengangguran 15 persen dengan keresahan sosial yang sangat besar. Serangan oleh kelompok-kelompok bersenjata dan perlambatan ekonomi pun melanda negara itu.

Pemilihan presiden, yang semula dijadwalkan pada November, menjadi lebih cepat karena presiden Tunisia pertama yang terpilih secara demokratis, Beji Caid Essebsi, meninggal dunia pada Juli. Kepergian Essebsi terjadi lima bulan sebelum berakhir masa jabatannya.

Pekan lalu, Tunisia mengadakan pemilihan legislatif di mana partai Karoui, Heart of Tunisia, menempati urutan kedua dengan 38 kursi. Sementara gerakan Ennahda telah muncul sebagai kekuatan terkuat dengan 52 kursi di parlemen yang beranggotakan 217 negara.

Tunisia telah mendapat tekanan dari para pemberi pinjaman internasional, terutama Dana Moneter Internasional (IMF). Pemimpin pemerintahan yang baru harus mengambil langkah-langkah drastis untuk memperbaiki ekonominya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement