REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengakui sejauh ini belum menerima laporan mengenai kasus virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) di wilayah itu. "Belum ada laporan kasus, tetapi perlu kewaspadaan karena wilayah kita berbatasan langsung dengan negara Timor Leste," kata Asisten II Setda NTT, Semuel Rebo di Kupang, Senin (14/10), terkait virus demam babi Afrika dari Timor Leste.
Dia mengatakan, para petugas telah mengambil sampel ternak babi milik para petani pada beberapa titik di Pulau Timor, untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. "Tetapi sampai sekarang belum ada laporan mengenai kasus ternak yang terserang virus demam babi," katanya.
Namun, pemerintah terus meningkatkan kewaspadaan pada pintu-pintu masuk dari negara tetangga Timor Leste, untuk mencegah masuknya virus tersebut ke wilayah NTT. Apalagi NTT merupakan daerah dengan populasi ternak babi terbesar di Indonesia, katanya menambahkan.
Virus demam babi Afrika dilaporkan telah menyerang peternakan babi di negara tetangga Timor Leste. Laporan tersebut mengacu pada hasil pengujian terhadap sampel babi yang mati, yang dilakukan di Australia untuk mengetahui penyebab kematian massal babi di negara itu. Dari semua sampel babi yang dikirim untuk diuji, dinyatakan 41 persen positif terserang virus demam babi Afrika atau ASF.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), telah membentuk tim reaksi cepat (TRC) untuk mencegah masuknya virus demam babi Afrika ke wilayah itu. Virus African swine fever (ASF) dapat menyebar melalui pintu perbatasan Indonesia-Timor Leste. Hal itu berkaitan dengan upaya Pemerintah Provinsi NTT untuk mencegah masuknya virus demam babi Afrika yang dilaporkan menyerang ternak babi di negara tetangga Timor Leste.
AFS merupakan virus yang mematikan dan menular. Saat ini belum ada obat atau vaksin. Virus ini tidak menjangkit manusia sekalipun mengonsumsi daging babi yang terjangkit AFS.