REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Wahyu Suryana
Ustaz Abdul Somad (UAS) menjadi pembicara di Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII), Sabtu (12/10) siang. UAS mengisi seminar "Moderasi Islam #3: Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan".
Kedatangan UAS disambut masyarakat sekitar. Tidak cuma mahasiswa-mahasiswa atau jamaah-jamaah, Masjid Ulil Albab UII juga dipenuhi masyarakat sekitar yang ingin melihat langsung sosok UAS. Masyarakat penasaran teramat dalam untuk bertemu UAS secara langsung.
Seminar UAS sendiri dipenuhi begitu banyak masyarakat sekitar. Bahkan, tiga lantai Masjid Ulil Albab UII tampak dipenuhi masyarakat mulai lantai dua yang diisi jamaah laki-laki, lantai tiga yang diisi jamaah perempuan.
Lantai satu masjid yang merupakan auditorium penuh diisi masyarakat yang tidak mendapat tempat di lantai dua dan tiga. Mereka menonton UAS melalui layar-layar yang menyiarkan langsung seminar di ruang utama.
Mereka berasal dari anak-anak muda, orang-orang tua, sampai keluarga yang membawa lengkap anak-anaknya. Antrean kendaraan roda empat di jalan masuk Kampus Terpadu UII pun sudah terlihat mendekati masuk waktu Dzuhur.
UAS memasuki ruang utama masjid berlantai tiga itu pada pukul 12.50, 10 menit lebih awal waktu di undangan, pukul 13.00. Dosen UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) itu hadir didampingi Rektor UII, Fathul Wahid, dan moderator, Nurkholis.
UAS hari itu tidak akan berceramah seperti biasa yang kerap diselingi tawa dan keseriusan. UAS tampil sebagai seorang akademisi, ustaz yang menguasai keilmuan secara luas.
Dalam materi awal seminarnya, UAS bicara tentang eksplorasi Alquran secara mendalam. Ia mengingatkan semua yang ada di dunia dan akhirat sudah diatur dalam Islam. Bahkan, sikap ketika ada lalat masuk ke tempat air minum sudah diatur dalam Alquran.
"Tapi, kita manusia belum menggali dan mengeksplorasi Alquran secara mendalam," kata UAS, Sabtu (12/10).
UAS mengajak masyarakat mendalami lagi Alquran yang sudah mencakup segala macam pegangan kehidupan. UII, lanjut UAS, atau perguruan tinggi secara umum menjadi tempat mendalami Alquran.
UAS juga bicara tentang akal manusia sebagai pendorong lairnya ilmu-ilmu yang saat ini berkembang. Ustaz Abdul Somad menekankan menggunakan akal merupakan satu kewajiban manusia.
Apalagi, akal itu yang menjadikan manusia berbeda dengan mahluk-mahluk ciptaan Allah SWT lain di dunia. Banyak ayat dalam Alquran mengupas tentang arti penting penggunaan akal bagi manusia dalam membuka tabir rahasia alam semesta ini.
"Ada namanya neraka sa'ir. Bukan syair puisi ya, ini sa'ir, neraka khusus orang-orang yang tidak mau memakai akal," kata UAS.
Penggunaan akal itulah yang menjadi latar belakang munculnya ilmu-ilmu di dunia. Astronomi, misalnya, muncul ketika akal digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu langit dan isinya.
UAS menilai lahirnya ilmu-ilmu menjadi bukti begitu besar manfaat ketika akal-akal manusia itu ketika digunakan. Karenanya, tidak cuma terhindar dari api neraka, akal bermanfaat bagi manusia selama hidup.
Tapi, lanjut UAS, ada golongan orang-orang yang terhindari dari api neraka sa'ir tersebut. Mulai anak-anak yang belum akhir baligh, orang yang mati dalam keadaan tidur, dan orang gila.
"Jadi, neraka bukan cuma buat mereka yang tidak shalat, mudah-mudahan kita tidak transit ke neraka tersebut," ujar Dosen UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau tersebut.
Tanya Jawab Mahasiswi dengan UAS
Tepuk tangan terdengar meriah sesaat setelah sesi tanya jawab dimulai. Penyebabnya, sang penanya ternyata mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Lalu apa yang salah? Jawabannya jelas tidak ada. Sebab, tepuk tangan itu sendiri diberikan ribuan masyarakat yang datang sebagai suntikan semangat kepada mahasiswi yang hendak bertanya tersebut.
Tepuk tangan spontan diberikan masyarakat lantaran UAS sebelumnya dijadwalkan mengisi kuliah umum di Masjid Kampus UGM. Namun, agenda itu tidak dapat terwujud lantaran Rektorat UGM meminta dibatalkan.
Uniknya, baik penanya maupun UAS, sama-sama tidak tergoda memberikan pernyataan apapun terkait pembatalan tersebut. Seperti salah satu meteri seminar, mereka tampak datang tulus cuma untuk belajar.
Sang penanya, Fira, dari Fakultas Psikologi UGM, hadir bersama teman-teman kampusnya yang lain, mengaku memiliki keresahan luar biasa. Khususnya, dalam mempelajarai ilmu-ilmu psikologi.
Salah satu contohnya, ketika buku-buku dari pakar-pakar psikologi barat yang menjadi panduan mereka menganggap biasa perilaku LGBT. Padahal, bagi Muslim, itu merupakan penyakit yang harus dihindari.
Fira merasa bingung untuk menjelaskan masalah itu dalam perspektif Islam maupun perspektif keilmuwan. Karenanya, ia berharap UAS bisa memberikan nasihat untuk menghadapi situasi-situasi semacam itu.
"Ustaz, dengan kerendahan hati yang sangat dalam, mohon nasihatilah kami, nasihati kami, mahasiswa UGM terutama dan para perempuan yang ingin menyejahterakan umat," kata Fira, Sabtu (12/10).
UAS memberikan jawabannya. Ia menilai itu memang dilema yang dihadapi mahasiswa ketika mempelajari buku pakar-pakar barat.
Sebagai contoh, UAS menceritakan ada mahasiswa S1 Hukum yang datang kepadanya. Kemudian, mahasiswa itu mengungkapkan rencana menjalani S2 Hukum Islam yang oleh mahasiswa tersebut dianggap suatu pembersihan.
Bagi UAS, ilmu itu tetap bermanfaat. Sebab, justru orang-orang yang sudah mengerti itulah yang bisa membela sesama manusia lain yang mungkin tidak mengerti hukum-hukum konvensional tersebut.
"Tekuni ilmu ini apapaun namanya, tapi dengan benteng yang kuat, nanti antumlah yang bisa mengklasifikasi mana sampah, mana rambut, mana ijuk, mana lalang, mana rumput, mana padi," ujar UAS.
Ia menilai, orang yang mengetahui kejelakan tidak melulu karena ingin melakukan tapi untuk menjauhi. Misal, mereka yang belajar Kriminologi di UI tentu tidak ingin jadi kriminal, tapi sebaliknya.
Untuk itu, UAS menyarankan mahasiswa-mahasiswa fokus saja ke fakultas masing-masing. Tapi, harus terus menguatkan iman agar pegangan diri menjadi kuat sampai angin kencang sekalipun tidak mampu menumbangkan.
"Insya Allah, kuatkan ibadah, kuatkan bacaan, Allah akan memberikan kakuatan, insya Allah," kata UAS.
UAS menyampaikan materi sekitar 75 menit, sisan 45 menit diisi sesi tanya jawab. Seminar berakhir pada 15.00, tepat pada masuknya waktu Ashar di Masjid Ulil Albab UII.
Dalam pengantar seminarnya, Rektor UII Fathul Wahid mengingatkan UII didirikan sebagai salah satu hasil musyawarah Masyumi di Jakarta. UII didirikan pada 8 Juli 1945, 40 hari sebelum kemerdekaan Indonesia.
Saat itu, pendiri-pendiri UII merupakan pula pendiri-pendiri bangsa. Inilah yang menjadi bibit kesuksesan UII sampai hari ini merawat nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai kebangsaan atau keindonesiaan.
"Sehingga nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai keislaman dipadukan, seperti semangka yang hijau luarnya tapi ketika dibuka merah putih hatinya," kata Fathul.