REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendengar nama jin (jinn, dalam bahasa Arab), terbayang tentang makhluk Allah yang sangat menyeramkan, berwajah sangar, suka mengganggu manusia, lidah menjulur, dan lain sebagainya. Namun, ia tak terlihat. Karena itu disebut dengan makhluk halus.
Bahkan, banyak orang yang menyebutkan, wajah jin senantiasa sangat mengerikan. Andai bisa memilih, banyak orang yang tak ingin melihat rupanya. Pokoknya seram,” begitulah pendapat sejumlah orang tentang makhluk Allah yang satu ini.
Jin adalah jenis makhluk Allah yang tak tampak oleh mata. Karena itu, banyak orang lantas menyebutnya dengan makhluk halus, atau makhluk gaib. Sebagai orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah, umat Islam wajib memercayai hal-hal yang gaib. Malaikat gaib, neraka juga gaib, dan surga juga gaib, termasuk keberadaan jin.
Karena tak terlihat, banyak manusia yang merasa tidak nyaman dengan keberadaan jin. Sebab, terkadang di antara jin tersebut ada yang suka usil dan mengganggu manusia. Namun, bagi sebagian manusia yang bisa berinteraksi dengan makhluk halus ini, mereka kerap menjadikannya sebagai teman atau bahkan meminta pertolongan. Hal inilah yang dianggap banyak orang dapat menimbulkan syirik terhadap Allah.
Jauh sebelum manusia mengenal agama-agama besar, bahkan sejak masa awal sejarah kemanusiaan, kepercayaan tentang makhluk halus (gaib) ini telah ada. Mereka bahkan memuja dan memohon pertolongan kepada makhluk-makhluk halus tersebut. Karena itu, zaman itu dikenal dengan animisme. Sedangkan, orang yang memercayai kepada segala sesuatu mempunyai kekuatan gaib disebut dengan dinamisme.
Menurut cendekiawan Muslim sekaligus pakar tafsir Alquran di Indonesia, Prof Dr HM Quraish Shihab, dalam bukunya yang berjudul Yang Halus dan Tak Terlihat: Jin Dalam Alquran memaparkan, hal pertama yang ditemukan dalam Alquran adalah uraian tentang fungsi Alquran sebagai hudan (petunjuk) bagi orang-orang bertakwa. Sedangkan, sifat pertama orang-orang bertakwa adalah yu'minuna bi al-ghaib (percaya yang gaib).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jin diartikan sebagai makhluk halus (yang dianggap berakal). Sementara itu, Ensiklopedi Islam terbitan PT Ichtiar Baru Van Hoeve mendefinisikan jin sebagai sejenis makhluk halus yang berakal dan mempunyai keinginan-keinginan sebagaimana manusia.
Perbedaannya dengan manusia ialah jin tidak memiliki tubuh. Oleh karena itu, jin tidak dapat dilihat dalam bentuk aslinya, kecuali ia mengubah diri dalam bentuk lain, karena jin dapat mengubah diri dalam bentuk yang dikehendakinya, sebagaimana malaikat.
Informasi tentang makhluk jin ini dapat diperoleh melalui Alquran karena Allah-lah Yang Maha Mengetahui tentang makhluk ciptaan-Nya. Banyak sekali ayat Alquran yang redaksinya dapat dijadikan dalil untuk membuktikan adanya makhluk berwujud yang bernama jin.
Dalam Alquran dijelaskan bahwa jin diciptakan dari api yang menyala (marij) dan ia adalah ujung api yang berkobar. Marij adalah kobaran api yang bercampur dengan api hitam (sangat panas, as-samuum). Lihat Ar-Rahman [55]: 15 dan al-Hijr [15]: 27. Dia (Allah) menciptakan jin dari nyala api.” (QS Ar-Rahman [55]: 15).
Dari Aisyah RA, Nabi SAW bersabda, Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang berkobar, sedangkan Adam (manusia) diciptakan sebagaimana yang telah dijelaskan kepada kalian (tanah).” (HR Muslim).
Oleh karena diciptakan dari api, jin mempunyai bobot yang lebih ringan dari udara dan dapat memenuhi jagad raya tanpa ada yang menghalanginya. Hal ini pula yang mendorong mereka untuk mencoba mengetahui rahasia langit. Mereka mendapati bahwa langit itu penuh dengan penjagaan yang ketat dan penuh dengan panah-panah api.
Syekh Abdul Mun’im Ibrahim dalam bukunya Ma Qabla Khalqi Adam, dan telah diterjemahkan dengan judul Adakah Makhluk Sebelum Adam? Menyingkap Misteri Awal Kehidupan, menjelaskan bahwa jin termasuk diantara makhluk Allah yang telah diciptakan dengan kewajiban menjalankan syariat-Nya. Dan, Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.” (QS Adz-Dzaariyat [51]: 56).