REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin, mengingatkan mahasiswa untuk tidak memberi batas waktu kepada presiden terkait rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang KPK. Dalam pertemuan dengan Kepala Staf Presiden Moeldoko pada awal Oktober 2019 lalu, perwakilan mahasiswa memang memberi waktu hingga 14 Otkober 2019 bagi Presiden Jokowi untuk mengoreksi pengesahan revisi UU KPK. Bila tidak dilakukan, ancamannya adalah demonstrasi yang lebih besar ketimbang aksi massa sebelumnya.
"Ini yang saya awal bilang kalau, jangan main deadline. Nggak bisa dalam bentuk ancaman. Kan ini negara. Kalau deadline terkait Perppu, jangan mengancam. Ini kemampuan intelektual orang dengan keputusan politik dalam bernegara. Jadi nggak bisa orang main ancam ke presiden," jelas Ngabalin, Senin (14/10).
Hingga saat ini, Ngabalin pun mengaku tidak tahu menahu mengenai rencana Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK. Ia menambahkan, presiden memiliki kewenangan penuh dalam konstitusi untuk mengambil keputusan terkait penerbitan sebuah Perppu.
Dalam pertemuan antara Kepala Staf Presiden Moeldoko dan perwakilan mahasiswa pada awal Oktober lalu, mahasiswa mendesak agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu untuk mengoreksi UU KPK yang sudah disahkan. Selain itu, perwakilan mahasiswa juga menyampaikan tujuh tuntutan tuntaskan reformasi yang sebelumnya disuarakan mahasiswa saat demonstrasi di jalanan.
"Ditambah kita desak negara untuk segera menindaklanjuti kawan-kawan kita yang ditahan polisi agar segera dibebaskan. Kita tuntut pemerintah dan negara usut tuntas pelaku yang sebabkan kawan kami meninggal dunia," kata Presiden Mahasiswa Trisakti Dinno Ardiansyah, Kamis (3/10).
Dinno menegaskan bahwa kemauan mereka untuk membuka dialog dengan pemerintah dilakukan demi mendapat kepastian mengenai sikap Presiden Jokowi terhadap revisi UU KPK. Selain itu, ujar Dinno, pihak mahasiswa sendiri juga berupaya menempuh judicative review demi mengoreksi UU KPK yang terlanjur disahkan.
"Kita mendesak negara membuat adanya agenda jajak pendapat antara negara, presiden dengan mahasiswa sampai 14 Oktober," katanya.
Bila permintaan dialog ini tidak dipenuhi sampai 14 Oktober 2019, perwakilan mahasiswa mengancam untuk mengajak kembali rekan-rekannya turun ke jalanan dalam jumlah massa yang lebih besar.
"Kalau sampai 14 Oktober tidak ada juga diskusi dan tidak ada statement dari Presiden, kita pastikan mahasiwa akan turun ke jalan dan lebih besar lagi," katanya.