Senin 14 Oct 2019 15:40 WIB

KPK: Salah Ketik karena Revisi UU Dibuat Terburu-buru

Apakah perbaikan salah ketik membutuhkan persetujuan antara parlemen dan pemerintah.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif
Foto: Republika TV/Muhamad Rifani Wibisono
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyebut salah ketik atau typo dalam revisi Undang-Undang KPK karena dibuat terburu-terburu dan sangat tertutup. "Ada kesalahan ketik karena ini memang dibuat terburu-buru dan dibuat sangat tertutup," ucap Syarif di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (14/10).

Karena itu, KPK sedang mencari tahu apakah perbaikan salah ketik harus membutuhkan persetujuan antara parlemen dan pemerintah kembali. Sebab, DPR periode sekarang sudah berbeda dengan DPR yang mengesahkan dulu. 

Baca Juga

"Apakah parlemen yang sekarang terikat dengan kesalahan yang dibuat sebelumnya sehingga ini semua membuat ketidakjelasan dan kerancuan," ujar Syarif.

Terkait salah ketik tersebut, kata dia, menyebabkan KPK sangat ragu menjalankan UU KPK hasil revisi tersebut. "Itu lah sebenarnya yang mengakibatkan KPK sangat ragu bagaimana mau menjalankan tugasnya sedangkan dasar hukumnya sendiri banyak sekali kesalahan-kesalahan dan kesalahannya itu bukan kesalahan minor, ini kesalahan-kesalahan fatal," ungkap Syarif.

Ia menyatakan seharusnya proses pembahasan revisi UU KPK itu terbuka sehingga masyarakat bisa memberikan masukan. "Kami sih berharap bahwa ada proses yang terbuka, ada proses yang tidak ditutupi sehingga masyarakat itu bisa paham, KPK juga bisa paham bisa mempersiapkan diri bagaimana untuk memberikan masukan," tuturnya.

Sebagai contoh, kata dia, KPK tidak alergi dengan dibentuknya dewan pengawas hasil revisi UU KPK tersebut. "Kami tidak alergi dengan misalnya dewan pengawas, kami tidak apa-apa ada dewan pengawas tetapi fungsi dewan pengawasnya ya sebagai dewan pengawas bukan sebagai bagian dari yang harus menyetujui, menandatangani itu bukan mengawasi. Nanti orang bertanya lagi, nanti yang mengawasi dewan pengawas ini siapa," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan bahwa pihaknya menemukan sejumlah salah ketik dalam revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikirimkan oleh DPR.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement