Senin 14 Oct 2019 15:45 WIB

Swasta Harapkan Insentif Pajak untuk Kegiatan Sosial

Sektor swasta sudah berupaya menekan tingkat kemiskinan melalui kegiatan bisnis.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Karyawan melintas di dekat monitor pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Karyawan melintas di dekat monitor pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (11/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Martina Berto Tbk Bryan Tilaar menilai, pihak swasta sudah terlibat aktif dalam mengimplementasikan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam lini bisnisnya. Khususnya untuk pengentasan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan. Hanya saja, dibutuhkan dorongan dari pemerintah agar kegiatan tersebut dapat lebih masif dan efektif. 

Bryan menyebutkan, sektor swasta sudah berupaya menekan tingkat kemiskinan melalui kegiatan bisnis. Aktivitas ekonomi mereka berdampak pada penciptaan lapangan kerja yang memberikan penghasilan berkelanjutan kepada masyarakat.

Baca Juga

"Saya pikir, pemerintah dapat membantu private sector untuk mengintensifkannya," ujarnya usai diskusi Potret Indeks Kemiskinan Multidimensi 2019 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (14/10). 

Salah satu bantuan yang diharapkan Bryan adalah insentif perpajakan. Misalnya, apabila suatu perusahaan banyak melakukan kegiatan corporate social responsibility (CSR) yang mampu meningkatkan kesejahteraan suatu kelompok masyarakat, mereka bisa mendapatkan pengurangan pajak. 

Bryan menekankan, bukan berarti pihak swasta mau menghindari bayar pajak. Tapi, dunia usaha sebaiknya diberi kesempatan membayar pajak yang lebih sedikit setelah melakukan program atau kegiatan untuk mendukung pencapaian target pemerintah.

"Jangan kita harus bayar pajak yang berlebihan di saat kita banyak sekali melakukan hal yang juga membantu pemerintah," ucapnya. 

Sementara itu, Resident Representative UNDP Indonesia Christophe Bahuet mengatakan, setidaknya ada tiga tugas utama pemerintah Indonesia terkait kemiskinan. Pertama, mengentaskan 9,4 persen masyarakat Indonesia atau sekitar 25 juta orang masih harus dikeluarkan dari jerat kemiskinan. 

Kedua, mengurangi kerentanan orang yang telah keluar dari kemiskinan, sehingga mereka tidak kembali miskin saat terkena ‘guncangan’ ekonomi. Ketiga, Bahuet menjelaskan, mengatasi kemiskinan multidimensi. "Tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, juga meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan," ucapnya.

Berbicara multidimensi, Bahuet menuturkan, UNDP memberikan metode penghitungan tingkat kemiskinan multidimensi yang dikenal dengan Multi-dimensional Poverty Index (MPI). Indikator ini memberikan gambaran kemiskinan lebih luas di suatu wilayah yang tidak hanya dari sisi pendapatan, juga standar hidup, pendidikan hingga kesehatan. 

Dengan keberadaan MPI, Bahuet menjelaskan, UNDP mendorong semakin banyak mitra pemerintah dan non pemerintah di seluruh dunia untuk mengentaskan kemiskinan melalui pendekatan multidimensi. Khususnya sektor swasta yang memiliki peranan penting dalam SDGs. "Termasuk dalam mengurangi kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja disabilitas," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement