REPUBLIKA.CO.ID, Di antara fitrah seorang perempuan adalah keindahan. Tampil cantik dengan berdandan, pakaian dan asesoris nan serasi menjadi kebutuhan seorang wanita.
Hanya, kecantikan seorang istri terutama diperuntukkan bagi suami. Musa Shalih Syaraf, dalam Fatwa- Fatwa Kontemporer tentang Problematika Wanita menjelaskan, hak suami terhadap istri adalah hendaknya istri selalu berusaha melakukan sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa cinta. Salah satunya dengan bersolek. Dia pun mengimbau para istri berhias diri untuk suaminya dengan celak, pacar, wewangian, dan bermacam perhiasan lainnya.
Pada zaman Rasulullah SAW, seorang sahabat diutus Nabi untuk menemui Us man bin Madz'un, suami Khaulah binti Hakim. Rasul berbuat demikian setelah mendengar cerita Aisyah, mengenai konisi Khaulah yang acak-acakan. Aisyah menuturkan kepada suaminya, Muhammad SAW, bahwa Usman selalu sibuk beribadah.
Pada siang hari, Usman selalu berpuasa dan kala malam sibuk dengan shalatnya. "Karena perbuatannya, Khaulah enggan berdandan," ungkap Aisyah. Maka itu, Rasulullah menegur Usman yang telah ada di hadapannya agar tak meninggalkan sunahnya. Rasul rajin beribadah, tetapi juga tetap memperhatikan keluarga dan istrinya dan istri beliau tetap melayani suaminya, termasuk dengan berdandan.
Ummu Habibah dalam bukunya Belajar dari Aisyah mengatakan, tabiat perempuan adalah berdandan dan hak suami adalah melihat istrinya berdandan. Menu rut dia, kewajiban perempuan berdandan demi suaminya tak lekang oleh usianya yang telah menua. "Itu terus berlanjut hingga suaminya meninggal dunia," kata nya. Ia merujuk contoh Ulayyah binti al- Mahdi, yang rajin membaca Alquran dan berada di mushalanya untuk shalat. Tapi, ia tak lupa berdandan.
Ketika Nailah menikah dengan Usman bin Affan dan dibawa ke rumahnya, ujar dia, ayah Nailah memberikan nasihat ke pada putrinya. Sang ayah mengatakan ke pa da putrinya bahwa ia beruntung dibandingkan perempuanperempuan Quraisy, namun mereka lebih pandai memakai wewangian.
Maka itu, ia mengatakan kepada Nailah untuk menjaga dua hal, yaitu supaya meng gunakan celak dan wangiwangian. Meski mendorong perempuan berdandan karena memang disyariatkan, Ummu Habibah me negaskan bukan berarti para perempuan berlama-lama di depan cermin. Lalu, mereka meninggalkan ibadah dengan alasan fokus berdandan untuk sang suami.
Semuanya mesti dilakukan secara proporsional, tidak berlebih-lebihan dan masih dalam koridor syariat yang dibenarkan. Misalnya, berpakaian secara syari dan tak mencukur alis.