REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) didesak proaktif mendampingi saksi kasus dua mahasiswa Universitas Halu Oleo tewas tertembak saat unjuk rasa di depan Gedung DPRD di Kendari. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) saat melakukan investigasi menemukan tantangan saksi dan keluarga korban unjuk rasa.
Saksi maupun pihak keluarga belum semuanya siap dan mau terbuka atau menuntut secara langsung terhadap peristiwa yang terjadi. "Kami mendesak LPSK segera memberi pendampingan keseluruhan, baik pemeriksaan untuk saksi mau pun masyarakat yang memberikan informasi, pihak mana pun yang infonya dapat dipertanggungjawabkan," ujar Koordinator KontraS Yati Andriyani di Jakarta, Senin (14/10).
LPSK disebutnya tidak perlu menunggu muncul korban baru memberikan perlindungan dengan alasan terbatasi secara teknis dalam memberikan perlindungan kepada saksi dan korban. Sejauh ini, LPSK dikatakannya baru memberikan perlindungan terhadap dokter yang melakukan autopsi jenazah La Randi.
Selain LPSK, KontraS menyerukan Ombudsman RI, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tidak tumpul dalam menyikapi kasus tewasnya La Randi dan Muh Yusuf Kardawi.
"Lembaga-lembaga ini harusnya proaktif dan segera membentuk tim bersama yang bisa mendorong akuntabilitas dalam pengungkapan kasus ini. Perlindungan saksi terpenuhi, juga hak korban atas keadilan penyelesaian kasus ini," ujar Yati Andriyani.
Desakan itu lantaran Komnas HAM, menurut dia, belum melakukan mandatnya melakukan pemantauan dan penyelidikan adanya dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa tewasnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo. Sementara Kompolnas belum melakukan fungsi pengawasan dan pemantauan terhadap kepolisian dalam menangani aksi yang berakhir jatuhnya korban jiwa.