REPUBLIKA.CO.ID, AKCAKALE -- Pasukan militer Kurdi di Suriah pada Senin (14/10) mengatakan pasukan Pemerintah Suriah setuju untuk membantu mereka menghadapi invasi Turki. Peralihan arah keberpihakan ini dapat membuat Pemerintah Suriah berhadapan langsung dengan Turki yang melakukan serangan mulai 9 Oktober.
Beberapa jam setelah kesepakatan tercapai, militer Suriah pada Senin dilaporkan telah bergerak dan tiba di desa-desa di Provinsi Raqqa, Suriah utara. Mereka datang dengan bus dan truk beserta tumpukan alat perang berat. "Kami akan kembali ke posisi normal kami di perbatasan," kata seorang petinggi militer Suriah.
Dalam perang saudara yang telah berlangsung sekitar delapan tahun, Kurdi dan Pemerintah Suriah pimpinan Presiden Bashar Assad berada dalam posisi berbeda. Kurdi didukung koalisi Amerika Serikat (AS) untuk melawan milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah sejak 2014. Sementara itu, koalisi AS berseberangan dengan Pemerintah Suriah yang didukung Rusia.
Perubahan drastis yang diumumkan Senin ini terjadi karena Presiden AS Donald Trump menarik pasukan AS dari perbatasan timur laut Suriah pada 8 Oktober lalu. Gejolak konflik di Suriah bereskalasi dengan cepat.
Keputusan Trump memicu amarah di dalam maupun luar AS. Trump dinilai telah mengkhianati sekutu AS di kawasan. Langkah Trump ini membuka jalan bagi Turki untuk menyerang milisi Kurdi yang diklaim terkait dengan milisi Kurdi di Turki yang dilabeli teroris.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meluncurkan operasi militer dengan nama sandi Operation Peace Spring. Erdogan mengklaim serangan ofensif dilakukan untuk menggerus kekuatan Kurdi di perbatasan Turki dan Suriah serta menciptakan zona aman sepanjang 30 kilometer ke dalam Suriah. Dengan zona aman tersebut, Turki menyatakan jutaan pengungsi Suriah akan dapat kembali pulang ke negara mereka.
Dalam lima hari terakhir pasukan Turki dan sekutu mereka telah masuk ke kota-kota dan desa utara Suriah. Mereka juga bentrok dengan pasukan Kurdi di perbatasan sepanjang 200 kilometer. Serangan Turki telah membuat 130 ribu warga sipil terpaksa mengungsi.
Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan, semua pasukan Amerika ditarik dari utara Suriah karena meningkatnya risiko terperangkap di tengah dalam baku tembak. "Pasukan Amerika kami tampaknya akan terjebak antara dua pasukan yang terus maju dan ini situasi yang sangat tidak dapat dipertahankan," katanya dalam acara "Face the Nation" di stasiun televisi CBS.
Ia tidak menyebutkan berapa jumlah pasukan yang ditarik dan ke mana mereka akan ditempatkan. Namun, wilayah Suriah timur laut menjadi tempat konsentrasi pasukan AS dari seribu pasukan AS yang tersisa di Suriah. Secara tidak langsung, dapat dikatakan AS nyaris menarik semua pasukannya dari Suriah.
Bahaya yang dihadapi pasukan Amerika tergambarkan pada Jumat (11/10) ketika sejumlah pasukan AS di pos pengawasan di utara Suriah ditembaki oleh artileri Turki. Esper mengaku belum diketahui apakah insiden itu disengaja atau tidak.
"Sangat cerdas untuk tidak terlibat dalam pertarungan sengit di perbatasan Turki, untuk perubahan. Mereka yang secara keliru membawa kami ke Perang Timur Tengah masih mendorong untuk bertempur. Mereka tidak tahu seburuk apa keputusan yang telah mereka buat," kata Trump dalam cicitannya di Twitter.
Iring-iringan kendaraan militer menuju ke perbatasan Turki-Suriah.
Pejabat Kurdi mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan Pemerintah Suriah dalam menghadapi invasi Turki. Mereka akan bertempur secara berdampingan di perbatasan.
Kurdi memiliki beberapa pilihan setelah Trump meninggalkan mereka. Salah satunya berpaling ke pemerintahan Assad untuk meminta bantuan.
Kembalinya pasukan Assad ke wilayah yang dikuasai Kurdi menjadi perubahan besar dalam perang sipil di Suriah. Hal ini akan memperkuat kekuasaan Assad di negara yang porak poranda.
Stasiun televisi Suriah melaporkan banyak warga Kota Hassekeh, yang berada di sebelah utara Suriah, turun ke jalan merayakan pengumuman kerja sama antara Pemerintah Suriah dan Kurdi. Banyak warga yang bersumpah akan mengalahkan invansi Turki.
Penjara ISIS
Di tengah serangan Turki, ratusan pendukung dan milisi ISIS yang dipenjara di Suriah timur laut dilaporkan melarikan diri. Informasi mengenai jumlah milisi ini beragam. Namunm Reuters mencatat setidaknya 785 orang terkait ISIS lari dari kamp Ein Issa pada Ahad (13/10).
Trump, tanpa menyertakan bukti, mencicit di Twitter bahwa pasukan Kurdi mungkin sengaja melepaskan militer ISIS agar pasukan AS kembali ke wilayah tersebut. Trump mengatakan bahwa orang-orang yang lepas, seharusnya bisa ditangkap kembali oleh Turki atau negara-negara Eropa tempat mereka berasal, tetapi mereka harus bergerak cepat.
Pada Senin, media Turki menunjukkan penjara ISIS tampak kosong. Turki menyebutkan, penjara itu memang sengaja dikosongkan oleh milisi Kurdi YPG. Liputan menunjukkan tentara Turki menyerbu sel yang kosong. n Lintar Satriaap/reuters ed: yeyen rostiyani