REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Pemerintah Cina mendesak Turki menghentikan operasi militernya di Suriah. Beijing menyerukan Ankara menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Suriah.
Dalam agenda pengarahan media pada Selasa (15/10), juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang mendesak Turki kembali ke jalur yang benar. Hal itu merupakan seruan terbaru dari Cina terkait operasi militer Turki di Suriah.
Pekan lalu, tepatnya sehari setelah Turki melancarkan operasi militer, Geng telah memberikan pernyataan tanggapan. Dia menyerukan Turki menahan diri dan menghormati kedaulatan Suriah.
“Kami telah memperlihatkan bahwa semua pihak umumnya khawatir tentang kemungkinan konsekuensi dari operasi militer Turki, dan mendesak Turki menahan diri,” ujar Geng.
Selain China, telah cukup banyak negara, termasuk negara-negara Arab yang mendesak Turki menghentikan operasi militernya di Suriah. Pada Ahad lalu, Kanselir Jerman Angela Merkel melakukan pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk membahas perkembangan situasi di Suriah.
“Kami memiliki keinginan bersama bahwa serangan ini berakhir,” kata Macron seusai bertemu Merkel, seraya menambahkan bahwa operasi militer Turki dapat menimbulkan bencana kemanusiaan serta mendorong milisi ISIS bangkit kembali.
Sejak pekan lalu, Turki membombardir kota-kota di timur laut Suriah. Dalam operasi yang diberi nama “Operation Peace Spring” itu Ankara hendak menumpas pasukan Kurdi yang menguasai wilayah perbatasan antara Suriah dan Turki.
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) adalah pihak yang menjadi target militer Turki. SDF dikenal pula sebagai Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG). Mereka mengubah namanya menjadi SDF sejak bergabung dengan militer Amerika Serikat (AS) dalam memerangi milisi ISIS di Suriah.
Turki memandang YPG sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK). PKK adalah kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Ankara telah melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris.