REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero) menilai era disrupsi mampu memunculkan peluang dan tantangan baru yang membuat bisnis memerlukan transformasi bidang digital. Transformasi ini harus didukung dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM).
Direktur Strategic Human Capital BTN Yossi Istanto mengatakan peluang dan tantangan baru tersebut membuat anak muda ingin menjadi entrepreneur. Hal ini mengingat rasio pengusaha di Indonesia masih sedikit dibandingkan jumlah penduduk sekitar 3,1 persen.
“Salah satu sektor yang menarik adalah menjadi pengembang properti, mengingat masih besarnya potensi pengembangan perumahan dengan harga rumah yang terus naik. Menjadi entrepreneur bidang properti merupakan pilihan yang sangat menjanjikan dan imbal hasilnya sangat menguntungkan,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika, Rabu (16/10).
Dia menjelaskan BTN sebagai bank fokus bidang perumahan mendorong penciptaan entrepreneur pada bidang properti secara komprehensif melalui program pendidikan dan produk pembiayaan. Salah satunya melalui program pendidikan BTN yakni mendirikan School of Property dan Mini MBA in Property.
“Bank BTN akan membantu bagi yang ingin menjadi entrepreneur bidang properti melalui tahapan pembelajaran untuk bisa menjadi developer masa depan,” ucapnya.
Menurutnya bisnis bidang properti masih menghadapi berbagai tantangan seperti backlog dan kapasitas penyediaan rumah, namun masih banyak potensi yang dapat dikembangkan untuk memperluas potensi bisnis. Adapun tantangan sekaligus peluang sektor properti yakni angka backlog yang masih cukup besar sekitar 11,4 Juta rumah yang menunggu untuk segera diselesaikan.
“Penyelesaian backlog perumahan diharapkan bisa memiliki multiplier effect terhadap 136 subsektor Industri yang berujung pada pertumbuhan PDB,” ucapnya.
Selain itu masih ada gap antara kebutuhan rumah baru sekitar 800 ribu unit per tahun dengan kapasitas bangun pengembang yang hanya 250 ribu-400 ribu unit per tahun. Adanya dukungan pemerintah baik dari kementerian maupun regulator untuk mendorong sektor properti sangat besar.
“Tumbuhnya kelas menengah di Indonesia juga merupakan peluang karena mereka memiliki potensi ekonomi yang besar. Rasio Mortgage to GDP Indonesia baru 2,9 persen, berarti masih banyak ruang bisnis perumahan yang bisa dikembangkan,” jelasnya.
Pencegahan era disrupsi, BTN mampu melakukan efisiensi sebesar Rp 150 miliar pada tahun ini karena melakukan digitalisasi dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Salah satunya dengan menerapkan e-learning kepada pegawai yang akan dipromosikan.
“Penerapan e-learning mampu menghemat biaya sebesar Rp 80 miliar dari efisiensi biaya akomodasi dan tiket peserta learning. Ini jumlah yang cukup besar dan tentu berimbas kepada penurunan biaya operasional,” ucapnya.
Sementara Rektor UNS Jamal Wiwoho menambahkan era disrupsi telah membuat ketidakpastian terjadi pada dunia usaha. Hal ini bisa terlihat dari bisnis yang dulu berjaya, namun saat ini telah hilang atau terdisrupsi karena perkembangan teknologi.
“Makanya mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan agar bisa beradaptasi dengan era disrupsi. Kalau pun mereka menjadi pengusaha, bisa bersaing dalam kondisi saat ini,” ucapnya.
Ekonom Indef Bhima Yudisthira menjelaskan apabila ingin menjadi pengusaha yang sukses, mahasiswa perlu melakukan riset pasar. Hal ini agar mereka memahami peluang kebutuhan konsumen, bisa berkolaborasi dengan keahlian yang beragam serta membentuk tim yang solid.
"Dan pelajari kegagalan dari startup- startup sebelumnya," ucapnya. (Novita Intan)