Rabu 16 Oct 2019 10:42 WIB

Polisi Texas Tembak Mati Wanita Kulit Hitam di Rumahnya

Polisi tersebut ditahan atas tuduhan pembunuhan.

Lubang bekas peluru yang ditembakkan polisi di jendela belakang Atatiana Jefferson di Fort Worth, Texas, AS, Selasa (15/10). Polisi menembak perempuan kulit hitam tersebut di rumahnya.
Foto: Tom Fox/The Dallas Morning News via AP
Lubang bekas peluru yang ditembakkan polisi di jendela belakang Atatiana Jefferson di Fort Worth, Texas, AS, Selasa (15/10). Polisi menembak perempuan kulit hitam tersebut di rumahnya.

REPUBLIKA.CO.ID, TEXAS -- Mantan anggota Polisi Fort Worth, Aaron Dean, menembak mati seorang wanita Texas di rumahnya. Dean ditahan atas tuduhan pembunuhan.

Menurut isi surat perintah penangkapan, Selasa (15/10), polisi itu dia mendengar suara ribut di luar, lalu mengambil pistol dan mengarahkannya ke jendela. Atatiana Jefferson (28 tahun) sedang bermain gim video dengan keponakannya yang berusia delapan tahun sekitar pukul 02.30 pada Sabtu (12/10) ketika dia mendengar suara-suara di halaman belakang rumahnya.

Baca Juga

Suara-suara itu berasal dari Dean (34) dan rekannya yang bergerak di belakang rumahnya tanpa menyatakan kehadiran mereka. Keduanya dikirim untuk menyelidiki mengapa pintu depan rumah tersebut terbuka.

Kepala Polisi Fort Worth Ed Kraus mengatakan Dean mengundurkan diri pada Senin sebelum ia dipecat karena melanggar serangkaian kebijakan polisi. Dean menembak mati Jefferson dengan satu tembakan melalui jendela kamar tidur.

Pengacara Dean, Jim Lane, mengatakan kepada stasiun televisi Fort Worth NBC 5 kliennya menyesal atas tragedi itu dan keluarganya kaget. Lane tidak menanggapi permintaan komentar lebih lanjut.

Kematian Jefferson memicu kemarahan di daerah Dallas, Fort Worth, Amerika Serikat. Kawasan itu masih terguncang terkait hukuman bulan ini terhadap mantan polisi kulit putih Texas Amber Guyger. Guyger membunuh Botham Jean saat pria berkulit hitam itu sedang duduk di rumahnya makan es krim.

Lee Merritt, pengacara untuk keluarga Jefferson, mengatakan polisi Fort Worth dengan fatal menembak tujuh orang dalam waktu kurang dari enam bulan. Dia menyerukan agar atasan Dean juga harus bertanggung jawab atas tindakannya.

Serikat polisi CLEAT mengatakan memulangkan staf di kantor Fort Worth setelah menerima ancaman menyusul apa yang disebutnya laporan media yang benar-benar palsu bahwa pihaknya mengumpulkan uang penjamin 200 ribu dolar AS (sekitar Rp 2,8 miliar) bagi Dean. Serikat pekerja mengatakan mereka membayar sebagian dari biaya hukumnya. Kraus mengatakan, sama sekali tidak ada alasan atas kematian Jefferson dan mengatakan dia punya hak membela diri di bawah hukum Texas.

"Masuk akal dia akan menggunakan senjata jika dia merasa terancam atau jika ada seseorang di halaman belakang," kata seorang Kraus yang emosional.

Dia menambahkan kematian Jefferson telah mengikis kepercayaan yang telah mereka bangun dengan masyarakat. Keponakan Jefferson, Zion, mengatakan kepada polisi bibinya mendengar suara-suara dari luar dan kemudian mengambil pistolnya dari tasnya.

"Jefferson mengangkat pistolnya, mengarahkannya ke jendela, lalu Jefferson ditembak dan jatuh ke lantai," menurut surat perintah itu, yang mengutip pernyataan sang keponakan kepada polisi.

Zion menambahkan bibinya berteriak-teriak kesakitan. Fort Worth telah meminta para ahli independen untuk mengevaluasi praktik, kebijakan, dan pelatihan departemen kepolisian setelah penembakan itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement