REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejak abad pertengahan para ilmuwan Muslim telah bereksperimen di bidang kedokteran untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Namun, hanya sedikit yang diketahui tentang eksperimen itu. Padahal, temuan peneliti Islam ini menjadi cikal bakal obat-obatan di era modern.
Peneliti Islam menilai secara kritis catatan terjemahan peradaban sebelumnya. Mereka tidak menerima begitu saja temuan dari peneliti terdahulu, baik dari Yunani maupun India, yang dianggap tidak sesuai. Mereka hanya mengakui temuan berdasarkan observasi dan eksperimen mereka sendiri.
Tanpa disadari, konsep tersebut merupakan model analisis yang menjadi fondasi utama penelitian ilmiah modern. Sikap mental yang kritis inilah yang membantu para peneliti Islam, tidak hanya memeriksa validitas dari pengetahuan sebelumnya, tetapi juga menambahkan kontribusi baru yang merupakan temuan sendiri.
Rabie E Abdel-Halim dalam makalahnya berjudul ''Experimental Medicine 1000 Years Ago'' menulis bahwa seorang peneliti Muslim asal Persia bernama al-Razi membuat buku terapi diet ''Manafi' al-Aghdhiya wa Daf'i Madârriha''. Dalam bukunya, ilmuwan bernama lengkap Abu Bakar Muhammad Ibn Zakariyya al-Razi itu menulis, ''Saya memutuskan menulis secara lengkap buku untuk mengusir efek samping dari nutrisi. Buku yang saya buat ini lebih jelas dan komprehensif dari karya Galen. Dalam bukunya, Galen telah gagal mengupas materi sepenuhnya.''
Karya Al Razi tersebut termuat dalam ensiklopedia yang ditulis al-Hawi. Ia bahkan menulis sebuah risalah terpisah berjudul ''Kitab al-Shukuk ‘ala Galinus'' atau ''Keraguan Terhadap Galen'', sebuah kitab yang mengkritisi pendapat Aelius Galenus, sang dokter legendaris dari Yunani pada abad ke-2 M.
Sikap kritis al-Razi terlihat ketika mengomentari obat yang dijelaskan pendahulunya yang tidak ia uji coba. Ia menyatakan ia harus memverifikasi keabsahan tindakan medis yang diuji coba pendahulunya itu.
Dia juga orang pertama yang meragukan keyakinan dokter-dokter kalangan terdahulu yang menyebutkan bahwa untuk menghancurkan batu di kandung kemih dapat membahayakan kehidupan pasien.
Dalam bukunya Al-Hawi, setelah mengutip dari Antylus, al-Razi berkomentar, ''Itu harus dilihat lebih lanjut.'' Praktik medis al-Razi sebagai seorang dokter telah dibuktikan melalui ratusan kasus.