REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi terjadi pelecehan seksual terjadi dimana saja, termasuk pada saat melakukan perjalanan dengan menggunakan transportasi daring. Menurut Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komnas Perempuan, Azriana Manalu mengatakan, pelecehan seksual adalah hal yang sering terjadi di transportasi daring.
"Pelecehan seksual itu bisa terjadi baik secara verbal maupun nonverbal seperti di chat. Pernah dulu ada masanya nomor telepon penumpang masih sering dihubungi oleh pengemudi, padahal perjalanan telah selesai," jelas Azriana di kantor Grab di Jakarta Selatan, Selasa (15/10).
Dia juga menyebut ada beberapa kasus yang sempat muncul di media beberapa waktu lalu, seperti percobaan pemerkosaan. Oleh sebab itu, menurutnya, pelecehan seksual merupakan hal yang paling sering ditemui pada saat menggunakan transportasi, termasuk transportasi daring.
Selain itu, tak hanya penumpang saja yang menurutnya rentan mendapatkan pelecehan seksual. Mitra pengemudi juga berpotensi mendapatkan pelecehan seksual oleh penumpang.
Azriana pun menceritakan, ada sebuah kasus yang terjadi ketika seorang perempuan yang menjadi mitra pengemudi roda empat mengalami pelecehan seksual dari dua orang penumpang laki-laki. Mitra pengemudi sangat takut lantaran lehernya disebut telah sempat dipegang.
"Dia bisa keluar dari situasi di situ karena menekan tombol darurat di aplikasi. Untungnya, meskipun pelaku sempat mengancam dan marah-marah, ketika disuruh keluar dari mobil, mereka tidak melakukan sesuatu yang buruk," kata dia.
Dalam situasi dan kondisi demikian, sebenarnya sebagai perempuan, sangat sulit keluar dari situasi dan kondisi pelecehan seksual. Sebab, masih adanya budaya patriarki, membuat adanya stigma keinginan laki-laki harus dituruti dan tak boleh ditolak.
Akibatnya, jika perempuan menolak, dia akan marah. Oleh sebab itu, hal itu menjadi salah satu kendala dan kesulitan perempuan untuk keluar di kondisi demikian.
Dalam kasus itu, mitra pengemudi perempuan sangat syok dan tak bisa melanjutkan pekerjaan di hari itu. Kejadian itu membuatnya sedih dan menangis. Dia pun mengadukan ke Grab mengenai hal itu.
"Dari situ kita merasa bahwa layanan pengaduan seperti perempuan itu harus ada. Konseling grup, sesama mitra driver juga yang saling mendukung juga diperlukan," jelas dia.
Oleh sebab itu, dia mendorong perusahaan aplikasi seperti Grab untuk melakukan pelatihan anti kekerasan terhadap perempuan. Dan hal yang terpenting adalah adanya sistem perlindungan.
"Mungkin bela diri bisa dilakukan. Tapi buat yang tidak bisa melakukannya bisa diberikan opsi-opsi yang lain," jelas Azriana.