REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy memastikan aktivitas sekolah kembali normal pascakonflik sosial di Wamena, Papua. Sebelumnya, kegiatan belajar mengajar di Wamena sempat terhenti karena banyaknya bangunan sekolah yang rusak.
Selain itu, para guru dan siswa banyak yang mengungsi ke luar Wamena setelah peristiwa tersebut. Terkait hal tersebut, Muhadjir mengatakan bahwa pelayanan pendidikan tidak boleh terhenti di tengah situasi konflik yang terjadi di Wamena dan Nduga, Papua.
"Saya minta kalau ada teman-temannya yang belum masuk sekolah harus diajak kembali, terutama dari luar yang masih mengungsi, yang belum tertampung supaya ditampung. Kemudian kalau ada anak dari Wamena yang sekarang keluar juga bersama orang tuanya supaya diajak, diminta balik ke Wamena," kata Muhadjir saat kunjungannya ke Wamena, Selasa (15/10).
Dalam keterangan yang diterima Republika, Muhadjir mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Panglima TNI dan Kapolri untuk menjamin keselamatan dan keamanan guru dan siswa di daerah konflik. Muhadjir mengatakan, berdasarkan laporan yang ia terima kepolisian setempat sudah menjamin keadaan di Wamena membaik.
Terkait adanya sekolah yang rusah, Kemendikbud berkomitmen untuk merehabilitasi sekolah-sekolah tersebut. Sebab, hal itu penting untuk menjamin terselenggaranya proses belajar mengajar di sekolah.
Di Kota Wamena, dari 50 satuan pendidikan yang ada, 23 di antaranya mengalami kerusakan. Sebanyak lima Sekolah Dasar (SD), sepuluh Sekolah Menengah Pertama (SMP), lima Sekolah Menengah Atas (SMA), dan tiga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengalami kerusakan ringan dan sedang, seperti kerusakan pada kaca jendela ruang kelas, pintu, papan nama sekolah. Satu ruangan Kepala SMP YPPK St. Thomas dilaporkan habis dibakar.
Kepala SMPN 2 Wamena, Kornae Paragaje, mengatakan, pada saat konflik terjadi para guru dan siswa merasa ketakutan hingga mengungsi keluar Kota Wamena. Mereka mengungsi ke luar kota di antaranya Jayapura, Merauke hingga luar Papua.
Saat ini, masih ada 5 guru SD, 60 guru SMP, 59 guru SMA, dan 30 guru SMK yang masih mengungsi. "Kejadian pada tanggal 23 September itu, membuat kami, semua guru dan siswa semua lari. Dari 30 guru yang ada di sekolah kami, saat ini hanya 10 guru yang tersisa. Sekolah kita dirusakin, semua kaca-kaca dikasih hancur," ungkap Kornae.
Selain sarana dan prasarana pendidikan, Kemendikbud bekerja sama dengan World Vision Indonesia (WVI), Kementerian Sosial, TNI, Polda, dan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) akan melakukan konseling dan //trauma healing// bagi guru dan siswa korban konflik sosial. Kegiatan akan terus dilakukan hingga waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan tercukupi.
Selain itu, Kemendikbud juga memastikan Program Anak Sehat (Progas) yang telah dilucurkan tahun lalu akan diperluas hingga seluruh daerah di Papua. Selain itu, Muhadjir juga meminta Dinas Kesehatan untuk memberikan vitamin agar anak terjamin kesehatan.
"Nanti saya koordinasi dengan Bu Menkes untuk memberikan makanan tambahan dan vitamin agar gizi anak Papua terjamin, kemudian program sarapan sehat di sekolah dijalankan," ujar dia.
Kerusuhan di Wamena, berawal dari aksi demonstrasi para siswa di kota tersebut. Aksi demonstrasi yang dilakukan merupakan protes atas aksi dugaan rasialisme yang dilakukan oleh guru pendatang.
Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang belum kembali ke rumah mereka. Jumlah eksodus akibat kerusuhan tersebut tercatat sekitar 17.393 orang.