REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan akan menyusun kebijakan nasional pencegahan perkawinan anak. Penyusunan tersebut sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Revisi Undang-Undang Perkawinan telah disahkan pada Senin (14/10) dan mulai diundangkan pada Selasa (15/10)," kata Lenny dalam Seminar Nasional Menyambut Pengesahan Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Jakarta, Rabu (16/10).
Untuk mencegah perkawinan anak di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan melakukan kampanye setop perkawinan anak terutama di daerah dengan angka perkawinan anak yang masih tinggi. Selain itu, akan meningkatkan kapasitas dan peran Forum Anak sebagai pelopor dan pelapor dan meningkatkan peran Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) melalui keluarga untuk mencegah perkawinan anak.
"Perkawinan anak harus dicegah mulai dari tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional," ujarnya.
Lenny mengatakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perkawinan Anak juga akan memfasilitasi daerah untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 melalui Kabupaten/Kota Layak Anak. "Ketiadaan perkawinan anak merupakan salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak," kata Lenny.
Asisten Hakim Agung Saiful Majid yang mewakili Mahkamah Agung dalam acara tersebut menyatakan akan melakukan penguatan pencegahan perkawinan anak dalam program dispensasi perkawinan. "Mahkamah Agung akan mengembangkan dan menguatkan sumber daya peradilan agama untuk mencegah perkawinan anak," ujarnya.
Dalam seminar Nasional tersebut juga hadir perwakilan dari berbagai kementerian/lembaga yang memberikan pernyataan mencegah perkawinan anak.