Rabu 16 Oct 2019 14:09 WIB

Charoen Phokpand Hibahkan Kandang Ternak untuk Riset Kampus

Kandang ternak sistem closed house dinilai meningkatkan efisiensi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Kandang unggas bersistem close housed yang dihibahkan PT Charoen Phokpand Indonesia ke 10 perguruan tinggi negeri. Rata-rata kapasitas kadang mencapai 20 ribu ekor ayam dan digunakan untuk keperluan riset pengembangan budidaya ayam di Indonesia.
Foto: Charoen Phokpand
Kandang unggas bersistem close housed yang dihibahkan PT Charoen Phokpand Indonesia ke 10 perguruan tinggi negeri. Rata-rata kapasitas kadang mencapai 20 ribu ekor ayam dan digunakan untuk keperluan riset pengembangan budidaya ayam di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Perusahaan industri perunggasan, PT Charoen Phokpand Indonesia, Tbk menghibahkan tiga kandang closed house berkapasitas 20 ribu ekor ke tiga universitas untuk kegiatan riset pengembangan budidaya unggas di dalam negeri. Sistem kandang closed house dinilai menjadi solusi dalam proses pemeliharaan untuk meningkatkan efisiensi. Namun, tenaga terampil untuk mengelola closed house masih minim.

Presiden Direktur Charoen Phokpand Indonesia, Thomas Effendy, menuturkan, tiga universitas yang mendapatkan hibah di antaranya Universitas Udayana, Universitas Brawijaya, serta Universitas Sebelas Maret. Sebelumnya, perusahaan juga telah menghibahkan tujuh kandang closed house ke tujuh perguruan tinggi negeri di Indonesia.  

"Industri budidaya perunggasan sudah bertransformasi dan sekarang zamannya closed house. Sarjana peternakan yang mengerti closed house masih terbatas karena selama ini kebanyakan peternakan masih open house," kata Thomas saat ditemui di kantor pusat Charoen Phokpand, Jakarta Utara, Rabu (16/10).

Closed house merupakan kandang ternak unggas tertutup yang menjamin proses biologis tumbuh kembang ayam. Berbeda dengan open house yang masih tradisional dan rentan terhadap penyakit karena modelnya yang terbuka. Namun, mayoritas kandang ternak unggas saat ini masih didominasi oleh open house. 

Closed house, kata Thomas, juga mengatur temperatur suhu dalam ruangan, pencahayaan, hingga bebas dari udara yang bisa menganggu kesehatan ayam. Karena itu, budidaya ayam bisa lebih fokus sehingga masa tumbuh bisa lebih cepat. Lebih lanjut, kata dia, untuk mencapai berat badan ayam 1,7-1,8 kg dengan pemeliharaan closed house hanya butuh waktu 30-32 hari. Sementara, open house memakan waktu minimal 35 hari.   

Thomas menuturkan, nilai investasi yang dikeluarkan untuk pembangunan satu closed house mencapai Rp 2 miliar dengan kapasitas 20 ribu ekor. Sistem closed house diakui menekan angka kematian livebird atau ayam siap potong hingga di bawah 3 persen, lebih rendah dibanding angka kematian dengan open house. 

"Jadi ini meningkatkan efisiensi. Dalam proses pemeliharaan, efisiensi harus tinggi. Kita tahu cuaca saat ini berubah-ubah, anging kencang, virus dan penyakit. Itu semua menganggu pertumbuhan ayam dan membuat cost jadi mahal," ujarnya.

Efisiensi dari sisi proses pemeliharaan juga sekaligus untuk meningkatkan daya saing industri perunggasan di dalam negeri. Terlebih, kata Thomas, demi mempersiapkan Indonesia yang akan menerima impor ayam dari Brazil setelah kalah dalam sengketa di World Trade Organization.

Pertumbuhan industri perunggasan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan protein hewani dan kemajuan teknologi budidaya. Hal ini menuntut perguruan tinggi khususnya fakultas peternakan untuk dapat berdaptasi dan mengadopsi kebutuhan industri. Baik itu dari sisi Kurikulum, tenaga pengajar dan fasilitas penunjang pendidikan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement