REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjelajahan telah dilakukan bangsa Arab sejak lama. Pada masa Rasulullah, aktivitas menempuh perjalanan jauh, baik melalui jalan darat maupun laut, berlangsung pesat terutama demi kepentingan niaga dan syiar. Hal itu terus berkembang pada era kekhalifahan abad pertengahan.
Di sisi lain, sudah muncul pula ekspedisi dengan tujuan menjalin hubungan dengan negara-negara asing. Melalui kegiatan ini, lalu bermunculan sejumlah nama penjelajah atau pelaut dari kalangan umat Islam. Sebagian mereka ada yang menuliskan hasil perjalanannya dalam sebuah karya.
Selain al-Ramhormuzi, sosok masyhur lainnya adalah Ibnu Fadhlan yang hidup pada abad ke-10. Suatu saat, dia turut serta dalam rombongan ekspedisi utusan khalifah al Muktadir ke wilayah Volga Bulgar, Rusia. Dalam kitabnya, Ibnu Fadhlan mencatat dengan perinci hal-hal yang ditemui dan dilihatnya selama perjalanan.
Misalnya, kondisi penduduk dan kota-kota di negara Khazars. Demikian pula tradisi serta budaya yang berkembang di Rus. Rombongan ekspedisi ibu kota Baghdad pada Juni 921 Masehi. Ibnu Fadhlan bertugas membacakan surat dari khalifah kepada penguasa Volga Bulgar.
Dia juga bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan kegiatan pengajaran hukum Islam di wilayah itu. Catatan perjalanan Ibnu Fadhlan merupakan risalah perjalanan paling awal dari umat Muslim tentang kawasan Volga Bulgar. Di samping itu juga memberikan pengetahuan menyangkut kondisi topografi dan kajian antropologi suku-suku di sana.
Interaksinya dengan penduduk setempat memberinya pengetahuan mengenai kebiasaan atau kisah-kisah legenda lokal, yang kemudian dia cantumkan dalam bukunya. Hal serupa dilakukan pelancong tenar al-Maqdisi, atau al-Muqaddasi. Ia telah mengunjungi hampir seluruh negeri Islam kecuali Spanyol, Sijistan, dan India.
Pada 985-986 Masehi, ia menuliskan seluruh pengalaman perjalanannya dalam karya Ahsan al Taqasin fi Ma'rifat al Aqalim (Klasifikasi Ilmu Geografi yang Terbaik) yang memukau. Seakan tak pernah habis, sejarah mengenal pula sosok yang namanya dikenal banyak kalangan, Ibnu Battuta.
Pada abad ke-14, ia menempuh perjalanan sepanjang 75.000 mil, untuk melintas batas dari jazirah Arabia, Asia, bahkan Eropa. Nama besarnya kerap disejajarkan dengan Marcopolo, Hsien Tsieng, Drake, dan Magellan. Selama pengelanaannya, ia berhubungan mulai dari rakyat jelata, sampai penguasa.
Banyak hal menarik yang ditemui. Sultan Abu Enan dari Maroko merasa tertarik Pada kisah-kisah perjalanan Ibnu Batuta. Maka itu, ia meminta Battuta untuk mengisahkan kembali pengembaraannya kepada juru tulis kerajaan, Ibnu Jauzi, untuk selanjutnya dibukukan.
Hasil transkrip ini selesai pada Desember 1355 Masehi. Tulisan Battuta dibukukan dan diberi judul Tuhfat al-Nuzzar fi Ghara’ib al-Amsar wa Aja’ib al-Asfar (Hadiah bagi Para Pengamat yang Meneliti Keajaiban-keajaiban Kota dan Keanehan-keanehan Perjalanan) dan segera saja menjadi pusat perhatian.
Battuta menceritakan pengalamannya dengan sangat detail dan menyentuh. Buku yang dikenal pula dengan sebutan Rihlat Ibnu Battuta atau Rihla (Perjalanan), lantas diterjemahkan dalam berbagai bahasa.