Rabu 16 Oct 2019 15:42 WIB

Wapres AS akan Tekan Erdogan Hentikan Operasi Militer

Wapres AS dijadwalkan mengunjungi Turki yang melancarkan operasi militer di Suriah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Wakil Presiden AS Mike Pence dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin berbicara kepada wartawan di Sayap Barat Gedung Putih meminta Turki menghentikan serangan di Suriah, Senin (14/10).
Foto: AP Photo/Jacquelyn Martin
Wakil Presiden AS Mike Pence dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin berbicara kepada wartawan di Sayap Barat Gedung Putih meminta Turki menghentikan serangan di Suriah, Senin (14/10).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Mike Pence dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dijadwalkan mengunjungi Turki pada Rabu (16/10). Mereka ingin menekan Ankara agar menghentikan operasi militernya di Suriah.

“Mereka (Pence dan Pompeo) akan berangkat besok. Kami meminta gencatan senjata. Kami memberikan sanksi terkuat yang dapat Anda bayangkan,” kata Presiden AS Donald Trump kepada awak media di Gedung Putih pada Selasa (15/10), dikutip laman Fox News.

Baca Juga

Saat berada di Turki, Pence dan Pompeo akan melakukan pertemuan dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Pada kesempatan itu, Pence akan menegaskan kembali komitmen Trump perihal sanksi ekonomi terhadap Turki hingga sebuah resolusi tercapai.

Menurut keterangan yang dirilis Gedung Putih, operasi militer Turki di Suriah sangat merusak kampanye penumpasan milisi ISIS. Selain itu, operasi tersebut membahayakan warga sipil, pemeluk agama minoritas, dan mengancam keamanan seluruh wilayah.

Erdogan mengaku tak mengkhawatirkan sanksi yang diterima negaranya karena menggelar operasi militer di Suriah. Sebab, dia telah bertekad menumpas kelompok teror yang selama ini mengancam keamanan negaranya, terutama di wilayah perbatasan.

“Mereka (negara-negara Barat) menekan kami untuk menghentikan operasi (militer), mengumumkan sanksi. Tujuan kami jelas. Kami tidak khawatir dengan sanksi apa pun,” ujar Erdogan pada Selasa, dikutip Anadolu Agency.

Dia pun mengakui bahwa AS telah mendesaknya untuk mengumumkan gencatan senjata. Sebab Washington memiliki inisiatif memediasi pihak-pihak yang terlibat konflik. Namun Erdogan menolak tawaran tersebut. “Turki tidak akan duduk di meja dengan kelompok-kelompok teror,” ujarnya.

Erdogan menegaskan operasi militer di Suriah akan terus berlanjut. Sejauh ini operasi tersebut dinilai masih berjalan sesuai rencana. “Kami mengamankan Ayn al-Arab pada hari keempat (operasi) dan Tal Abyad pada hari kelima dengan membersihkan para teroris. Hari ini, kita telah mencapai kedalaman 32 kilometer. Kami memiliki kendali atas jalan raya M4,” kata dia.

Sejak pekan lalu, Turki membombardir kota-kota di timur laut Suriah. Dalam operasi yang diberi nama “Operation Peace Spring” itu Ankara hendak menumpas pasukan Kurdi yang menguasai wilayah perbatasan antara Turki dan Suriah.

Pasukan Demokratik Suriah (SDF) adalah pihak yang menjadi target militer Turki. SDF dikenal pula sebagai Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG). Mereka mengubah namanya menjadi SDF sejak bergabung dengan militer AS dalam memerangi milisi ISIS di Suriah.

Saat bergabung dalam misi memerangi ISIS, personel SDF mendapat pelatihan dari militer AS. Mereka pun disokong dengan senjata dan peralatan militer. Tindakan AS sempat diprotes oleh Turki.

Turki memandang YPG sebagai perpanjangan dari PKK yang merupakan kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Ankara telah melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement