Rabu 16 Oct 2019 16:07 WIB

Dongkrak Daya Saing Industri Unggas, Tingkatkan Riset

Riset diperlukan agar industri dapat memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Kandang unggas bersistem close housed yang dihibahkan PT Charoen Phokpand Indonesia ke 10 perguruan tinggi negeri. Rata-rata kapasitas kadang mencapai 20 ribu ekor ayam dan digunakan untuk keperluan riset pengembangan budidaya ayam di Indonesia.
Foto: Charoen Phokpand
Kandang unggas bersistem close housed yang dihibahkan PT Charoen Phokpand Indonesia ke 10 perguruan tinggi negeri. Rata-rata kapasitas kadang mencapai 20 ribu ekor ayam dan digunakan untuk keperluan riset pengembangan budidaya ayam di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mendorong industri perunggasan nasional untuk meningkatkan riset melalui kerja sama dengan perguruan tinggi. Riset saat ini tidak hanya sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, namun untuk meningkatkan daya saing industri perunggasan ditengah persaingan dengan produk impor.

Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, mengatakan, kebutuhan protein masyarakat akan terus meningkat seiring pertambahan populasi. Pada September 2018, mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) rata-rata harian konsumsi per kapita, tidak termasuk konsumsi protein makanan jadi sebesar 47,8 gram.

Baca Juga

Penguatan riset diperlukan agar industri dapat memenuhi kebutuhan yang terus meningkat sekaligus bersaing di pasar bebas. "(Industri perunggasan) kita tidak bisa loncat tanpa riset. Kita sedang menghadapi persoalan barang impor, maka perlu ada solusi bagaimana membangun efisiensi di setiap dunia usaha," kata Moeldoko saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10).

Lebih lanjut, kata Moeldoko, penguatan riset juga sebagai salah satu jalan untuk menyelesaikan persoalan fluktuasi harga ayam di pasar. Ia menilai, fluktuasi harga memang disebabkan oleh hukum permintaan dan penawaran yang sulit dikendalikan. Pemerintah, kata Moeldoko, akan terus mencari jalan keluar melibatkan pelaku usaha hingga peternak.

"Saya pikir upaya pemerintah cukup tinggi dan konsen mengenai hal ini karena menyangkut sumber daya manusia. Ketercukupan protein hewani salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Direktur Charoen Phokpand Indonesia, Thomas Effendy, menambahkan, upaya yang mesti dilakukan industri untuk bisa bersaing yakni efisiensi bahan baku pakan, peningkatan kualitas anak ayam, serta perbaikan dalam proses pemeliharaan. Bahan baku pakan yang mayoritas dipenuhi oleh jagung diakui masih cukup tinggi di Indonesia. Rata-rata harga jagung pakan dari tingkat petani sebesar Rp 4.500 per kg. Tingginya harga bahan baku juga dipicu oleh ongkos logistik dalam negeri yang cenderung mahal.

Meski demikian, hal positif dari pemenuhan jagung sepenuhnya telah dipasok oleh produksi lokal. Penyuplai terbesar jagung yakni Provinsi Lampung, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan,  hingga Gorontalo. Ketersediaan pakan baik dari segi kualitas maupun harga berkaitan langsung dengan ayam indukan yang berkembang biak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement