Kamis 17 Oct 2019 05:07 WIB

Penyebab Ekspor Indonesia Tertinggal dari Negara Tetangga

Produk Indonesia kurang bersaing di pasar global lantaran dikenakan tarif lebih mahal

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ani Nursalikah
Pembukaan ANPRC 2019. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan sambutan pada pembukaan konferensi Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) 2019 di Yogyakarta, Senin (7/10/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Pembukaan ANPRC 2019. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan sambutan pada pembukaan konferensi Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) 2019 di Yogyakarta, Senin (7/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan ekspor produk Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Enggar menyebut faktor utama yang membuat Indonesia tertinggal ialah minimnya perjanjian perdagangan dengan negara lain. Enggar menyinggung selama 25 tahun lalu, Indonesia hanya memiliki delapan perjanjian perdagangan.

Baca Juga

"Kenapa kita agak tertinggal karena mereka (negara tetangga) sudah lebih dahulu membuka diri melakukan perjanjian (perdagangan)," ujar Enggar di sela-sela pembukaan Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (16/10).

Akibatnya, produk Indonesia kurang bersaing di pasar global lantaran dikenakan tarif yang lebih mahal dalam melakukan ekspor ke negara lain. Berbeda dengan Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang mendapatkan tarif lebih murah lantaran memiliki perjanjian perdagangan.

Persoalan ini, menurut Enggar, juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi meminta Enggar mengintensifkan perjanjian perdagangan dengan berbagai negara guna mendorong peningkatan ekspor Indonesia.

"Itu sebabnya Pak Jokowi dari awal sudah melihat dan minta segera buka perjanjian (perdagangan)," ucap Enggar.

Enggar kemudian membanggakan capaiannya yang mampu membuat 15 perjanjian perdagangan pada 2019 dan 13 perjanjian perdagangan yang ditargetkan ramping tahun depan. "Total 28 (perjanjian perdagangan) dalam empat tahun, daripada 25 tahun (hanya) delapan (perjanjian perdagangan)," katanya.

Selain itu, pemerintah juga meminta para menteri membawa delegasi bisnis atau membuat forum bisnis saat melawat keluar negeri. Enggar mengatakan, hal ini akan mendorong peningkatan ekspor Indonesia ke depan.

Enggar menambahkan Jokowi juga telah memerintahkan adanya Omnibus Law atau menggabungkan beberapa ketentuan berbeda dalam satu payung aturan sebagai solusi atas berbagai peraturan yang dinilai menghambat investasi. Enggar bersama menteri-menteri lain diminta melakukan inventarisasi berbagai peraturan yang menghambat investasi.

Enggar menyinggung lambatnya proses perizinan bagi relokasi pabrik lantaran memerlukan rekomendasi dari beberapa kementerian. "Kalau dipersulit, siapa yang mau, sedangkan di negara lain begitu mudahnya langsung dikasih," ujar Enggar.

Enggar mengaku telah mendapat persetujuan Jokowi untuk langsung memberikan lampu hijau dalam relokasi pabrik tanpa harus menunggu rekomendasi kementerian lain. "Selesai saya tandatangani, langsung, asal dia buktikan itu untuk investasi, tidak diperjualbelikan. Bahkan kita sekarang sedang siapkan (sistem) online, izin langsung masuk, kalau nggak kita makin ketinggalan," kata Enggar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement