Kamis 17 Oct 2019 09:52 WIB

Invasi Turki ke Kurdistan: Waspadai ‘Sel Tidur' ISIS

Invasi Turki ke Kurdistan, Indonesia Perlu Waspada ‘Sel Tidur’ ISIS

Surat dari warga negara Indonesa yang berada di kamp Roj Suriah..
Foto: ALEEYA MUJAHID
Surat dari warga negara Indonesa yang berada di kamp Roj Suriah..

Oleh: Eka Setiawan, Penulis Tim Kreasi Prasasti Perdamaian

Warga negara Indonesia (WNI) yang sebelumnya kabur dari ISIS yang ditahan di kamp pengungsian di Suriah bagian utara terus menunggu langkah evakuasi dari pemerintah Indonesia. Mereka dalam posisi cemas menyusul invasi militer Turki ke kawasan tersebut beberapa hari terakhir.

Aleeya Mujahid seorang WNI yang kini berada di Kamp Pengungsian Roj, menyebut di kamp tersebut banyak perempuan-perempuan mulai sibuk mencari kontak ikhwan di Idlib Suriah dan sekitarnya.

“Mulai dari kelompok Jabath Al Nushra sampai yang katanya punya kontak dengan ikhwan Daulah (ISIS),” kata Aleeya Rabu (16/10/2019).

Dia sendiri dan beberapa teman-temannya yang non WNI di sana, menyebut akan bersikeras tinggal di kamp itu jika pasukan Turki menyerang dan kelompok Kurdi yang mengoperasikan kamp itu kabur. Mereka hanya ingin evakuasi, tidak ada keinginan untuk memberontak apalagi kabur.

“Kita mau diem di kamp, ngibarin bendera putih,” lanjutnya. Walaupun tidak ada rencana kabur, Aleeya menyebut masih banyak yang ingin melanjutkan perjuangan mereka.

Seiring transisi dari milisi Kurdi ke tentara Turki, para pengungsi ini terus khawatir. Sebab, salah satu informasi yang ada, para ekstremis akan membuat rusuh. “Karena mereka nggak suka sama kita yang milih diem nunggu evakuasi biar bisa pulang ke negara asal,” sambung Aleeya.

Di Kamp Roj, sebut Aleeya kondisi terkini di sana masih baik-baik saja. makanan dan beberapa barang masih bisa masuk, walaupun menipis. Beberapa kali terdengar suara ledakan setiap tengah malam, namun diperkirakan masih jauh. Pesawat-pesawat berseliweran setiap harinya.

Sementara itu, kamp lainnya yakni Ain Issa sudah lepas dari milisi Kurdi. Menjaga tawanan ISIS sudah bukan prioritas lagi bagi milisi Kurdi itu.  Aleeya sendiri menyebut di Ain Issa, berdasarkan perbincangan dengan para penghuni di sana, belum pernah melihat atau kenalan orang Indonesia. Di kamp lainnya, yakni Hawl, banyak orang asal Malaysia.

Kondisi para pengungsi di kamp-kamp itu, sebut Aleeya memang masih berbeda keyakinannya. Mereka yang di Roj yang lebih awal kabur dari wilayah ISIS di Suriah terpisah dengan keluarganya yang keluar dari Baghouz dan menetap di Hawl. Baghouz sendiri merupakan benteng terakhir ISIS di Suriah pasca mereka dibombardir.

“Yang di Roj pada manggilin mereka biar datang ke sini biar ikut evakuasi, tapi yang di Hawl pada manggilin mereka (yang di Roj) biar mereka pindah ke Hawl biar nggak kena evakuasi,” ungkapnya.

Sementara itu, dikutip dari SCMP.com (16/10/2019), militer Turki terus melancarkan invasi ke daerahnya di bagian selatan termasuk di wilayah Suriah bagian utara, yang dikuasai pasukan Kurdi. Wilayah yang diinvasi itu merupakan kamp-kamp tempat pengungsi dari kelompok ISIS ditahan.

Ada sekitar 12000 militan ISIS yang ditahan di penjara-penjara Suriah, sekira 2000 orang di antaranya dari negara-negara asing, termasuk Indonesia dan Malaysia. Sebagian besar dari Suriah dan Irak.

Menyusul invasi Turki itu, diyakini ada 50 pejuang ISIS asal Indonesia yang kabur dari penahanan. Total WNI yang ada di sana, anggota keluarga mereka, jumlah totalnya sekira 700 orang.

Invasi ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Sebab, di lokasi invasi ada 12.000 militan ISIS yang dipenjara namun hanya dijaga 400 tentara Kurdi. Selain harus mengawasi penjara, mereka juga harus mengawasi kamp luas yang menampung lebih dari 70.000 anggota keluarga simpatisan ISIS.

Dengan jumlah yang tak sebanding, disusul invasi Turki, jika para militan ISIS yang ditahan itu memberontak maka bisa dengan mudah membobol penjara, mengalahkan Kurdistan dan kabur.

Pada pekan lalu, sudah ada hampir 800 keluarga yang kabur dari kamp pengungsian seiring invasi itu.

Militer Turki sendiri melakukan invasi kepada milisi Kurdi sebab dianggap kelompok teroris. Mereka dituding kelompok teroris oleh AS dan UNI Eropa. Milisi Kurdi yang bercokol di selatan Turki, perbatasan Suriah, dianggap sedang membangun kekuatan besar.

Turki terus berusaha memukul mundur milisi Kurdi yang dikenal dengan Unit Perlindungan Rakyat (YPG), kelompok yang dipandang perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK), sebuah kelompok yang dilarang. Sebab, mereka sejak era 80-an terus berjuang untuk otonomi Kurdi di Turki.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement