Kamis 17 Oct 2019 13:04 WIB

Keluarga Besar Pemberdayaan Berkelanjutan

Selain semangat dan kreativitas, yang penting dalam berusaha yakni keinginan membantu

Sri Amani.
Foto: republika/mansyur faqih
Sri Amani.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mansyur Faqih, wartawan Republika.co.id

"Assalamualaikum".

Sri Amani (60 tahun) sempat panik dan khawatir ketika melihat tamu-tamu yang datang ke rumah kontrakannya di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

"Maaf ya Pak, anak saya belum bayar motor, ya?" kata dia, ketika itu, kepada empat orang yang diketahuinya berasal dari Fifgroup.

"Awalnya saya pikir mau menagih, karena kebetulan anak saya ada pinjaman motor. Saya diketawain. Mereka ketawa ngakak," ujar perempuan asal Blitar, Jawa Timur tersebut saat bercerita kepada Republika.co.id di rumahnya, beberapa waktu lalu.

Pengalaman beberapa tahun lalu itu masih terekam kuat di ingatan Sri. Selain karena kesalahpahaman yang terjadi, juga lantaran itu merupakan awal dari masuknya Sri menjadi 'keluarga besar' salah satu anak perusahaan Astra tersebut.

Sri bercerita sudah bertahun-tahun menjalani bisnis katering. Hanya saja, usahanya belum banyak berkembang. Karenanya, para tamu Fifgroup datang untuk menawarkan bantuan, dia menyambut dengan gembira. Ketika itu, perusahaan pembiayaan tersebut memberikan bantuan senilai Rp 7,8 juta.

"Saya mau banget ketika dibantu. Tapi saya bilang nggak mau pakai bunga dan cicilannya nggak bisa berat. Saya juga nggak punya surat usaha dan belum punya rumah sendiri, masih ngontrak," kata Sri menambahkan. 

Fifgroup, tambahnya, setuju dengan 'syarat' itu. Malah mereka mengatakan hanya ingin membantu tanpa ingin memberatkan. Makanya Sri diberikan kebebasan berapa jumlah cicilan yang disetor setiap bulannya.

Mendapat bantuan, Sri kemudian membeli perlengkapan katering seperti roll top (wadah saji makanan). Biasanya, ketika mengisi katering di acara, Sri harus menyewa roll top dengan biaya yang lumayan tinggi.   

Selain uang, peran Fifgroup yang paling dirasakan Sri adalah saat diajak masuk menjadi 'keluarga besar'. Menjadi keluarga Fifgroup, ibu enam orang anak ini selalu diajak dalam setiap kegiatan perusahaan.

Saat ini, usaha katering dengan merek Menora Senori milik Sri menjadi pengisi tetap dalam setiap acara. Bahkan, Sri diminta untuk mengisi katering keperluan sarapan dan makan siang untuk karyawan Fifgroup setiap Senin-Jumat. 

"Nggak banyak memang, paling 50 porsi ke bawah. Tapi lumayan karena itu setiap Senin sampai Jumat. Jadi meski pun vendor di sana banyak, tapi alhamdulillah saya terus dipakai," ujar Sri yang saat ini tinggal bersama anak dan cucunya. 

Sri juga mendapat berbagai pelatihan dan bantuan terkait promosi. Mulai dari urusan membuat merek (branding) hingga menyebar informasi jasa Menora Senori kepada mitra-mitra perusahaan.

"Pesan pembina saya di FIF itu, boleh mengurangi isinya, jadi lebih kecil, tapi jangan dikurangi rasa. Itu yang selalu saya ingat," ungkapnya.

Sri memang memulai usaha katering dari hanya satu-dua pesanan. Akan tetapi kini Sri berani bermimpi untuk bisa membuka rumah makan sendiri. Pinggiran jalan beberapa ratus meter dari rumahnya yang berdekatan dengan perkantoran pun sudah diincar sebagai lokasi tempat makan tersebut.

Dengan kondisinya saat ini, dia merasa lebih yakin untuk mencapai mimpi itu. Apalagi, meskipun seorang diri setelah ditinggal wafat sang suami pada 2004, dia telah sukses mengantar semua anaknya untuk menyelesaikan jenjang perkuliahan.

"Yang paling kecil baru lulus kuliah di STT Telkom, tinggal wisuda. Kuliah anak saya ya semua dari katering. Saya nggak bisa kasih apa-apa selain kepintaran. Prinsip saya, anak yang penting biar jadi dulu. Makanya, bantuan FIF itu berarti banget," papar dia. 

Jangan malu

photo
Ujang Saputra di salah satu warungnya di kantin SMK 59 Jakarta.

Prinsip yang sama dan harapan masa depan yang lebih baik untuk anak juga disampaikan Ujang Saputra (42). Lak-laki kelahiran Jakarta ini selalu berpesan kepada anak-anaknya untuk menghargai pekerjaan orang tua.

"Kalau nggak ada kantin, nggak akan hidup. Saya bilang ke anak saya, kamu jangan malu, kamu bisa kuliah gini itu dari kantin. Kamu jangan gengsi kalau orang tua kamu dagang. Gengsi itu kalau kamu pura-pura kaya," kata dia kepada Republika.co.id di SMK 59 Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ujang merupakan salah satu mitra Fifgroup yang mengikuti program Dana Bergulir. Sehari-hari, pria berdarah Sunda-Betawi itu mengelola warung di tiga kantin sekolah di Jakarta. Kantin SMK 59 Jakarta merupakan salah satu lokasinya berdagang. Dua lokasi lain yakni di SMK 20 dan SMK 18 Jakarta. 

"Di SMK 20, menunya bakso malang, roti goreng, kentang spiral, dan aneka bakaran. SMK 18, roti goreng, kentang spiral, cireng, dan bakaran. Di SMK 59, mi ayam, bakso malang, indomi, roti goreng, dan minuman," kata dia.

Ujang bercerita, pertama kali mengikuti program Dana Bergulir yang dijalankan Fifgroup pada beberapa tahun lalu. Ketika itu, dia hanya memegang warung di dua kantin.

Mendapat bantuan dari Fifgroup sebesar Rp 2 juta, dia kemudian membeli peralatan untuk masuk ke lokasi baru. Beruntung, dia akhirnya bisa membuka warung di SMK 18 Jakarta. 

Usahanya terus berkembang dan malah pernah juga mengelola warung di kantin sekolah di SMK 37 Jakarta dan MAN 4 Pondok Pinang. Akan tetapi, karena faktor waktu dan tenaga, dua lokasi itu terpaksa dilepas.

Meski terpaksa menutup lokasi, semangat Ujang tak pernah redup. Bahkan, dia sedang berpikir untuk membuat usaha agen air minum di rumahnya di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan. Dia berharap usaha ini bisa dipegang oleh anak tertuanya yang kini baru masuk ke Universitas Indraprasta PGRI (Unindra), Pasar Minggu.

"Jadi dia sambil kuliah. Dia pegang, tapi saya yang modalin. Kalau kantin tetap jalan, karena yang utama," paparnya. 

Ujang mengatakan, menjalankan usaha di kantin sekolah memang harus melakukan hal baru, terutama terkait menu. Selain rajin mengikuti apa yang sedang ramai di pasar, dia juga kerap memutar menunya.

Kalau di satu tempat kurang laku, menu itu diputar ke sekolah lain. "Ini keuntungan pegang beberapa sekolah. Kita tukar-tukar menu saja, yang penting kreatif, kalau nggak, ya habis," tutur lulusan SMK 20 Jakarta itu.

Selain semangat dan kreativitas, hal lain yang menurutnya penting dalam berusaha adalah keinginan saling membantu. Ini yang terus dilakukannya dengan sesama pedagang lain. Bahkan, dia mengatakan bahwa hampir semua pedagang di SMK 59 pernah bekerja dengannya. Tak jarang juga dia membagikan menu ke pedagang-pedagang lain. 

"Saya ketua remaja mushala Al Muamanah. Jadi, saya ngajarin ke anak-anak. Keahlian yang saya bisa, saya ajarkan. Mau dia masuk ke sekolah atau pasar malam, saya ajarin jualan. Jadi mereka bisa ada uang lebih," ungkap dia. 

Hal ini juga yang dia rasakan ketika berhubungan dengan Fifgroup. Menurut Ujang, bersama Fifgroup seakan berada di satu keluarga besar. Alasannya karena Fifgroup selalu akomodatif dan melibatkan mitranya di dalam setiap kegiatan.

Malah, Ujang bercerita kalau dia selalu dilibatkan pada saat acara ulang tahun perusahaan. Ini yang membuatnya mau untuk ikut terlibat dalam program Fifgroup. Meskipun tawaran bantuan juga banyak ditawarkan oleh pihak-pihak lain.

"FIF itu ngebantu karena nggak ngelupain binaannya. Jadi kalau ada apa-apa, terus dilibatkan. Itu buat kebanggaan mereka, ini binaan mereka. Jadi dia ngasih modal yang ibarat kata, tidak salah sasaran. Banyak di luar sana yang salah sasaran," ujarnya.

Perkuat silaturahim

photo
Assistant Vice President Corporate EHSSR Department Fifgroup, Kinalson Tarigan.

Assistant Vice President Corporate EHSSR Department Fifgroup (PT Federal International Finance), Kinalson Tarigan menjelaskan, angka kemiskinan di Indonesia masih terbilang tinggi. Untuk itu, diperlukan kontribusi semua pihak, termasuk swasta, untuk membantu masyarakat keluar dari kemiskinan. 

"Program yang dilakukan Fifgroup ini untuk mendorong masyarakat dari miskin ke sejahtera. Mengangkat mereka keluar dari kemiskinan," kata dia kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu. 

Dia menjelaskan, program yang paling sesuai untuk membantu masyarakat keluar dari kemiskinan adalah yang berkelanjutan. Bukan program yang hanya semata pemberian bantuan dan setelah itu selesai. 

"Untuk memberdayakan masyarakat, kami tidak memberikan ikannya, tapi pancingnya, untuk usaha. Ini terbukti, kita sudah beberapa kali dapat award dari pemerintah, karena program kita berkelanjutan," ucap Kinalson.

Karena menggunakan prinsip keberlanjutan, perusahaan pun memandang peserta program sebagai bagian dari keluarga besar. Karenanya, perusahaan selalu menjaga silaturahim dan komunikasi dengan mereka. Perusahaan juga selalu mencoba peduli dan bersikap akomodatif untuk membantu mereka keluar dari kemiskinan.

Fifgroup, dia menjelaskan, memang sudah sejak lama memberikan bantuan untuk pemberdayaan masyarakat. Ini merupakan salah satu pilar dari empat pilar tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR). Selain pemberdayaan masyarakat, tiga pilar lainnya yaitu pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup.

Di pilar pemberdayaan masyarakat, program bantuan baru resmi terbentuk menjadi Dana Bergulir pada 2016 yang diawali di Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Melalui program ini, perusahaan memberikan bantuan kepada masyarakat sebesar Rp 2 juta. Penerima bantuan diharuskan untuk mengembalikan uang itu dengan mencicil setiap bulan.

Akan tetapi, tidak ada ketentuan berapa besaran cicilan yang harus disetor setiap bulan. Jumlahnya ditentukan oleh kemampuan tiap-tiap penerima. Jika uang yang diberikan telah terkumpul lagi, kemudian akan kembali digulirkan kepada penerima lainnya.   

"Dana tidak mengendap lama. Alhamdulillah, sampai saat ini sangat lancar, tidak pernah macet. Karena mereka tanggung renteng, bertanggung jawab terhadap dana itu," ujar dia.

Memang, kata dia, ada beberapa cara yang dilakukan perusahaan agar penerima Dana Bergulir lancar melakukan pembayaran. Antara lain dengan membuat bimbingan belajar untuk anak-anak peserta. Ini menyikapi mahalnya biaya pendidikan, khususnya bimbingan belajar. 

"Ini sudah berkembang, dari hanya 40 orang, tiga tahun terakhir 62 orang. Ini juga memperkuat hubungan silaturahim kita dengan mereka. Jadi, anak-anaknya kita bantu, usahanya kita dukung. Dengan begitu, mereka lebih peduli untuk lebih lancar membayar," tambah dia. 

Kinalson menjelaskan, karena mendapat respons yang positif, program Dana Bergulir ini pun kemudian dikembangkan ke lokasi-lokasi lain, seperti Bandung, Ciganjur, Batam, dan Padang. Ditargetkan, program Dana Bergulir bisa dijalankan di 10 tempat baru sehingga menjadi 18 titik pada 2020.

"Saat ini, total dana secara keseluruhan hampir Rp 300 juta. Di Cilandak, kami menyalurkan Rp 65 juta untuk 26 masyarakat. Kemarin kami tambah lagi sekitar Rp 50 jutaan. Jadi, ada yang sudah selesai dan dapat lagi dengan nilai yang bertambah jadi Rp 3 juta. dengan cara ini, mereka tertarik untuk membayar aktif," ujar dia.

Ada beberapa kriteria bagi Fifgroup untuk memberikan bantuan ini. Misalnya saja, penerima harus mereka yang prasejahtera. Kemudian, mereka harus memiliki usaha.

Bagi yang tidak memiliki usaha, lanjut Kinalson, mendapatkan bantuan dalam bentuk pelatihan keterampilan dan manajemen keuangan. "Setiap pelatihan, makanan yang kita pesan juga dari para penerima Dana Bergulir ini," kata Kinalson. 

Keberlanjutan jadi kunci

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, kunci dari program pemberdayaan masyarakat adalah prinsip keberlanjutan. Dia malah menyebut bahwa keberlanjutan itu menjadi lebih penting dari cakupan program.

"Yang penting keberlanjutan dan ada output yang terukur daripada besar-besaran tapi tidak continue," kata dia kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Apalagi, lanjutnya, jika pemberdayaan dengan prinsip berkelanjutan itu melibatkan UMKM (usaha mikro kecil menengah) di dalam setiap kegiatan perusahaan. Misalnya saja, dengan menjadikan UMKM sebagai penyedia bahan baku atau distributor. Hal ini merupakan praktik yang memberikan nilai manfaat lebih ketimbang CSR yang berdasarkan program.

"CSR biasanya tidak berkelanjutan tapi berdasar program. Program selesai, ya pembinaannya selesai," ungkap dia.

Bhima pun mendukung setiap program yang pemberdayaan UMKM yang berkelanjutan. Ini karena lebih dari 96 persen jenis usaha adalah UMKM dan sebagian besar merupakan unit mikro. Dari sisi kontribusi ke tenaga kerja, perannya juga signifikan, yakni mencapai 98 persen.

Apalagi, lanjut dia, pada saat resesi yang menimbulkan PHK besar-besaran. Ketika itu, maka UMKM yang akan menjadi motor utama pertumbuhan. "Penting bagi UMKM untuk bertransformasi di era digital. Di sini perushahaan juga bisa berperan," paparnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement