REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan tidak akan menerima tekanan untuk melakukan gencatan senjata atas serangannya terhadap milisi Kurdi di Suriah. Menurut Erdogan, Rabu (16/10), satu-satunya cara untuk mengakhiri serangan Turki adalah milisi Kurdi harus meninggalkan lokasi perbatasan Suriah dan Turki "sampai malam ini".
Dalam pertemuan dengan anggota parlemen partainya, Erdogan menegaskan, Turki tidak akan dipaksa atau menerima tawaran berunding dengan milisi Kurdi yang dipandang sebagai teroris di mata Turki. Menurut Erdogan, serangan akan terus dilakukan sampai Turki bisa masuk sejauh 30 hingga 35 kilometer ke dalam Suriah di sepanjang perbatasan dengan Turki.
Alasannya, Turki ingin membangun zona aman di lokasi tersebut sehingga memungkinkan pengungsi Suriah kembali ke rumah mereka. "Proposal kami untuk para teroris adalah letakkan senjata mereka, tinggalkan perlengkapan, hancurkan perangkap yang mereka cipatakan, dan kosongkan zona aman seperti yang kami rancang hingga nanti malam," katanya menyebutkan tenggat.
"Jika semua ini dilakukan, operasi kami Operation Peace Spring akan berhenti dengan sendirinya," kata dia menambahkan.
Erdogan mengaku tak mengkhawatirkan sanksi yang diterima negaranya karena menggelar operasi militer di Suriah. Pasalnya, dia telah bertekad menumpas kelompok teror yang selama ini mengancam keamanan negaranya, terutama di wilayah perbatasan.
“Mereka (negara-negara Barat) menekan kami untuk menghentikan operasi (militer), mengumumkan sanksi. Tujuan kami jelas. Kami tidak khawatir dengan sanksi apa pun,” ujar Erdogan pada Selasa (15/10), dikutip laman Anadolu Agency.
Pasukan Turki memasuki wilayah Manbij, Suriah, Senin (14/10). Manbij merupakan wilayah Kurdi yang ditinggalkan oleh Pasukan AS.
Sementara itu, Rusia berupaya mencegah konflik memercik antara pasukan Turki dan Suriah. Terlebih, militer Suriah sudah bergerak ke lokasi serangan Turki di Suriah timur laut atas permintaan milisi Kurdi.
Istana kepresidenan Kremlin di Moskow menyatakan Erdogan telah menerima undangan Presiden Rusia Vladimir Putin. Erdogan diundang berkunjung ke Rusia dalam beberapa hari ini untuk membahas Suriah.
Erdogan menyatakan tidak keberatan berkunjung ke Rusia. Namun, ia menyiratkan bahwa rencana kunjungan pada 13 November ke Washington kini tidak pasti. Hal ini terkait seruan di parlemen Amerika Serikat (AS) agar AS menjatuhkan sanksi.
Rusia bertindak gesit dengan memperluas pengaruhnya di kawasan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik pasukan dari Suriah timur laut. Langkah Trump berarti meninggalkan milisi Kurdi yang selama ini menjadi sekutu mereka memerangi milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).