REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan pembelian Bus Transjakarta saat ini bukan kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini terkait penggunaan Bus TransJakarta jenis Zhongtong yang kembali mengaspal di Jakarta setelah sempat sebelumnya dihentikan oleh mantan Gubernur Ahok.
Anies mengatakan Pemprov DKI saat ini sudah tidak lagi membeli bus. Pemprov DKI Jakarta, jelasnya, hanya membeli jasa. "Jasanya dibayar, kemudian Pemprov DKI Jakarta menentukan SPM, (Standar Pelayanan Minimal). Jadi selebihnya tanggung jawabnya dengan pengelola," ujar Anies kepada wartawan, Kamis (17/10).
Anies mengungkapkan semua pengadaan bus Zhongtong pasti ada kontraknya. Ia yakin pengadaannya sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Walaupun sebagian publik sempat mempertanyakan kualitas bus ini, setelah ada ada beberapa bus yang terbakar beberapa waktu lalu. "Pasti ada kontrak kerja samanya. Di dalam kontrak itu ada aturannya," jelas Anies.
Di luar polemik soal merek bus Transjakarta Zhongtong ini, Anies menegaskan kebijakannya soal transportasi publik bus Transjakarta telah berdampak signifikan. Ia menyebut pada 2017 jumlah penumpang sistem transportasi darat di Jakarta baru mencapai 300 ribu penumpang per hari. Dan itu didapat setelah berjalan 13 tahun.
Setelah dua tahun, saat ia menjabat, terjadi perubahan yang cukup signifikan menjadi 640 ribu penumpang. Kemudian, lanjut Anies, untuk pengelolaan Transjakartanya pun sudah diubah lebih baik. Kalau dulu, bus-bus itu milik Pemprov DKI Jakarta, sekarang Pemprov DKI Jakarta kerjakan itu sebagai milik pihak ketiga.
Posisi Pemprov DKI Jakarta adalah pembeli jasa, dibayar per kilo meter. "Sehingga perawatan, kemudian pengelolaan, kita tidak menjadi aset kita lagi. Tapi sudah pihak ketiga," terangnya.
Pihak PT TransJakarta sebelumnya mengatakan pengadaan bus itu didasari kontrak 2013 dan kini dioperasikan atas putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas TransJakarta Nadia Diposanjoyo mengatakan bus-bus tersebut bukan didatangkan pada tahun ini, melainkan telah tiba di Jakarta pada 2016.
Nadia memaparkan saat pelaksanaan kontrak tersebut tidak dapat dipenuhi oleh pihak PPD (Pengangkutan Penumpang Djakarta). "Ini ceritanya adalah pelaksanaan kontrak yang tidak dapat dipenuhi PPD pada waktu itu, sehingga terbit penalti dan baru bisa dipenuhi sesuai kontraknya pun ini baru sebagian," katanya.
Karena seharusnya pengoperasian bus ini sesuai kontrak pada 2013. Maka PPD tidak dapat menyerahkan bus pada waktu yang ditentukan. "Maka terjadi dispute tahun 2016 dan diselesaikan melalui BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)," terangnya.
Pada Juli 2018, BANI mengeluarkan putusan agar Transjakarta mengoperasikan 59 unit bus gandeng merek Zhongtong berdasarkan kontrak tahun 2013 dan tetap membayarkan penalti dari wanprestasinya.
Perum PPD memastikan aspek keselamatan di bus Transjakarta merek Zhongtong yang kembali mengaspal di Jakarta. Dirut Perum PPD, Pande Patu Yasa menyebut bus itu hanya mereknya yang berasal dari Negeri Tirai Bambu.
"Kalau saya bandingkan dengan produk yang lainnya, itu kita tidak bisa bandingkan. Masalahnya kenapa? Di produk Zhongtong ini produk dalamnya sangat berbeda jauh dengan bus-bus yang lain," kata dia.
Pande menyebut bagian-bagian dari bus bukan berasal dari China. Semesinnya adalah produk Korea Selatan. Sementara penyambung bus gandeng ini berasal dari Jerman. Dan semua produk-produk yang ada di dalam bus Zhongtong itu produk Eropa. "Memang dirakitnya di China, mereknya merek China. Tapi isinya adalah isi Eropa. Semua jadi nggak murahan," Pande.
Perum PPD mengoperasikan 21 dari 59 bus Zhong Tong sejak tiga hari lalu. Bus-bus tersebut merupakan pengadaan tahun 2012-2013 oleh PPD yang memenangkan lelang dari Badan Layanan Umum Daerah Transportasi Jakarta (sekarang PT Transjakarta). Jumlah bus pertama yang datang pada 28 November 2016 sebanyak 29 dan sisanya sebanyak 30 unit masuk Pelabuhan Tanjung Priok pada 20 Maret 2017.