REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih menteri yang fokus mewujudkan visi dan nawacita pemerintah lima tahun ke depan. Ia meminta Jokowi tak memilih menteri yang justru sekadar pencitraan untuk pemilihan umum (pemilu) 2019 mendatang.
"Semua menteri yang di-endorse adalah menteri yang memang hanya difokuskan untuk membantu Pak Jokowi, bukan untuk pencitraan lima tahun ke depan, bukan untuk mengkapitalisasi lima tahun ke depan," ujar Adi di kantor Parameter Politik Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (17/10).
Menurut dia, Jokowi harus mencari menteri yang memiliki kapasitas kompetensi dan totalitas ingin membantu mewujudkan semua visi, misi, dan nawacita. Bukan memilih menteri yang konsentrasinya bercabang mengurusi kepentingan partai politik.
Adi mengatakan, pemilihan menteri akan memperlihatkan kekuatan Jokowi yang tegas melakukan negosiasi kepada partai politik maupun pihak profesional. Dengan begitu, janji politiknya kepada masyarakat saat kampanye dapat terpenuhi dalam periode kedua kepemimpinannya.
"Karena saya khawatir baik kalangan profesional maupun dari kalangan politik ini sudah bicara Pemilu 2024, padahal pelantikan juga belum, posisi juga belum diumumkan, tapi semua orang, semua pihak sudah bicara tentang siapa yang harus maju menjadi calon presiden pemilu 2024," tutur Adi.
Ia menambahkan, pemilihan menteri juga harus melihat kepentingan masyarakat dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Sebab, sebagian masyarakat masih belum puas terhadap pemerintahan selama lima tahun pemerintahan Jokowi pada 2014-2019.
"Kalau dilihat kecenderungannya memang agak sedikit menurun tingkat kepuasaan publik terhadap kinerja Jokowi karena kalau di rata-rata tingkat kepuasan publik di angka 59 persen," kata Adi.
Hal itu ia sampaikan berdasarkan hasil survei Parameter Politik Indonesia yang dilakukan 5-12 Oktober 2019 terhadap 1.000 responden. Hasil survei menunjukkan bahwa 23,3 persen publik menilai kinerja Jokowi buruk.
"Publik yang merasa kinerja Jokowi buruk 23,3 persen, sementara yang merasa kinerja Pak Jokowi biasa saja 33,4 persen. Ada 41 persen publik menganggap kinerja Jokowi sudah baik," ungkap Adi.