Jumat 18 Oct 2019 07:58 WIB

Macron Peringatkan tidak Memberi Stigma pada Muslim

Sebelumnya, anggota parlemen Prancis melecehkan seorang ibu berjilbab secara verbal.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Foto: Yoan Valat, Pool via AP
Presiden Prancis Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan warganya tidak memberikan stigma kepada Muslim atau mengaitkan agama Islam dengan perlawanan terhadap terorisme. Populasi Puslim di Prancis sekitar lima juta jiwa.

"Kita harus berdiri bersama-sama dengan sesama warga," kata Macron dalam konferensi pers bersama Kanselir Jerman Angela Merkel seperti dilansir dari BBC, Jumat (18/10).

Baca Juga

Hal ini Macron ucapkan setelah ada seorang perempuan Prancis yang mengatakan akan mengambil jalur hukum terhadap politikus sayap-kanan yang mengkritik pemakaian hijab di ruang publik. Muslim Prancis adalah minoritas Muslim terbesar di Eropa barat. 

Prancis melarang pemakaian hijab di sekolah, kantor pemerintah, dan beberapa ruang publik lainnya. Prancis negara sekuler dan dalam beberapa tahun terakhir pemakaian hijab telah menimbulkan sejumlah kontroversi.

Pada pekan lalu, seorang ibu yang mengenakan hijab dalam acara wisata sekolah bersama putranya di gedung parlemen Bourgogne-Franche-Comté menerima pelecehan verbal dari anggota parlemen. Sebagai bentuk simpati, lukisan seorang perempuan memakai hijab yang sedang memeluk putranya disebarkan di media sosial.

Hal ini juga memicu unjuk rasa di sekitar lokasi kejadian dan perdebatan nasional tentang penutup kepala itu. Saat ini, Prancis tidak memiliki undang-undang yang melarang ibu mengenakan hijab saat menemani anak mereka di wisata sekolah.

Macron meminta warganya lebih memahami agama Islam di Prancis. Ia juga mengecam apa yang ia sebut sebagai 'jalan pintas fatal' karena mengaitkan Islam dengan terorisme.

"Di antara komentator politik banyak sikap yang tidak bertanggung jawab, komunalisme bukan terorisme," katanya.

Kejadian pelecehan verbal terjadi di gedung parlemen daerah di timur Prancis. Ketika itu ibu yang disebut Fatima menemani putranya dalam wisata sekolah.

Seorang politikus dari Partai National Front yang berhaluan ekstrem kanan melihat Fatima saat debat dan memintanya mencopot hijabnya. Politikus bernama Julien Odoul itu mengunggah video saat ia meminta Fatima untuk mencopot hijabnya.

"Setelah pembunuhan empat anggota polisi, kami tidak dapat menoleransi provokasi komunal ini," cicit Odoul di Twitter.

Dalam wawancaranya dengan kelompok Kolektif Melawan Islamophobia di Prancis (CCIF), Fatima mengatakan saat itu ia sedang duduk tenang di pojok ruangan. Lalu ia mendengar ada seseorang yang berteriak 'atas nama sekularisme'.

"Orang-orang mulai berteriak dan menjadi marah, yang hanya saya perhatikan kegelisahan anak-anak, mereka terkejut dan trauma. Saya mencoba menenangkan mreka, putra saya mendekati saya dan melompat ke pelukan saya, menangis. Saya beritahu anak-anak, saya tidak bisa (berada) di sana," katanya. 

Pengacaranya, Sana Ben Hadj mengatakan kliennya merasa dipermalukan setelah rekaman video itu dibagikan. CCIF mengatakan Fatima akan mengajukan pengaduan di kota Dijon atas kekerasan yang bersifat rasial yang dilakukan orang-orang yang memiliki otoritas publik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement