Jumat 18 Oct 2019 10:07 WIB

Ribuan Warga Lebanon Turun ke Jalan Protes Krisis Ekonomi

Lebanon adalah salah satu negara yang memiliki utang paling banyak di dunia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Polisi antihuru-hara Lebanon menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa di Beirut, Lebanon, Jumat (18/10). Demonstran menentang rencana pemerintah memberlakukan pajak baru di tengah krisis ekonomi.
Foto: AP Photo/Hassan Ammar
Polisi antihuru-hara Lebanon menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa di Beirut, Lebanon, Jumat (18/10). Demonstran menentang rencana pemerintah memberlakukan pajak baru di tengah krisis ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Ribuan warga Lebanon turun ke jalan menuntut pemerintah mereka mengatasi krisis ekonomi. Unjuk rasa ini menjadi demonstrasi terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Pengunjuk rasa memblokir jalan di seluruh Lebanon dengan membakar ban.

Unjuk rasa kedua yang terjadi kurang dari satu bulan terakhir ini pecah atas kemarahan terhadap elite politik. Pengunjuk rasa bentrok dengan polisi di dekat kompleks gedung pemerintahan di Beirut. Beberapa orang melempar botol plastik ke polisi antihuru-hara. Kantor berita NNA melaporkan ada dua orang terluka.

Baca Juga

"Saya duduk di rumah dan saya melihat orang bergerak dan jadi saya keluar, saya menikah, saya punya cicilan rumah setiap bulan dan saya tidak bekerja, ini salah negara," kata salah satu pengunjuk rasa Cezar Shaaya, Jumat (18/10).

Unjuk rasa dipicu perekonomian yang stagnan yang disebabkan krisis keuangan di Lebanon. Lebanon adalah salah satu negara yang memiliki utang paling banyak di dunia. Lebanon sudah mendeklarasikan darurat ekonomi dan encari cara untuk memperkecil defisit keuangan mereka.

"Rakyat ingin menggulingkan rezim," teriak beberapa pengunjuk rasa.

Pengunjuk rasa membakar ban di desa Tel Nhas, selatan Lebanon. "Kami menuntut pekerjaan, kami menuntut hak kami, listrik, air, kami menuntut pendidikan," kata warga desa.

Lebanon menghadapi utang yang sangat memberatkan. Pertumbuhan ekonomi mereka stagnan, infrastruktur rusak, dan tekanan dalam sistem keuangan yang berkaitan dengan berkurangnya aliran modal. Poundsterling Lebanon yang dipatok dengan dolar AS selama dua dekade terakhir terus berada dalam tekanan.

Pemerintahan Perdana Menteri Saad al-Hariri berharap anggaran 2020 disetujui. Langkah tersebut mungkin dapat membuka aliran modal dari donor internasional masuk. Tapi para donor ingin melihat Lebanon mengimplementasikan reformasi yang sudah lama tertunda untuk mengatasi limbah dan korupsi.

"Kami di sini bukan karena Whatsapp, kami di sini karena segalanya; karena bahan bakar, makanan, roti, segalanya," kata salah satu pengunjuk rasa yang bernama Abdullah.

Sebelumnya, pemerintah Lebanon menyetujui potensi pendapatan baru dengan menerapkan tarif 20 sen per hari untuk panggilan telepon internet yang menggunakan Whatsapp, Facebook Calls dan Face Time. Massa berkumpul di alun-alun Riad al-Solh, pusat kota Beirut pada Jumat pagi.

 

Beberapa orang diantara pengunjuk rasa mengibarkan bendera Lebanon. Belasan pemuda mengenderai sepada motor mengitari jalan utama dan membakar ban. Beberapa orang diantara mereka merobek papan iklan dan melemparkan kayu ke api.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement