REPUBLIKA.CO.ID, Solo - - Saat ini pengguna media sosial sudah semakin muda usianya. Meskipun banyak media sosial mensyaratkan usia tertentu, namun mudah untuk diabaikan. Akibatnya anak-anak dan remaja yang belum cukup umur sudah memiliki media sosial bahkan tidak hanya satu akun di media sosial tapi bisa beberapa akun di 2-3 aplikasi media sosial.
Kondisi ini tentunya perlu diwaspdi karena rentan sekali untuk masuknya predator anak melalui akun media sosial anak. Demikian disampaikan oleh Azimah Subagijo, Ketua Perhimpunan MTP saat memberikan penyuluhan di SMP Muhamadiyah PK Kota Barat, Banyuanyar, Surakarta dan Panti Asuhan Nur Hidayah, Kerten, Surakarta, Kamis (17/10).
Lebih jauh Azimah menyampaikan, bahwa penggunaan media sosial tidak selalu positif untuk membangun komunikasi dan pertemanan yang sehat. Tak jarang media sosial juga dipakai untuk kekerasan dan pornografi.
Untuk yang terakhir ini merupakan modus baru para predator anak. Pelaku predator anak ini biasanya menipu dan memperdaya anak-anak dan remaja mulai dari membuat akun palsu dari orang-orang yang tidak dicurigai oleh anak dan remaja, seperti guru, dokter, ustadz atau memalsukan identitas dan usia sehingga seolah-oleh sebaya dengan korbannya.
“Predator anak ini dikenal dengan istilah online grooming. Mereka menyasar anak-anak dan remaja untuk kepentingan seksual dengan cara menipu, merayu, mengiming-imingi hadiah, hingga mengancam anak untuk mengirimkan video atau porno dan tak jarang juga mengajak untuk bertemu muka,” ungkap Azimah.
Untuk itu, penting bagi anak-anak dan remaja yang berselancar di dunia maya mengetahui ancaman ini agar tidak mudah terpedaya. Tips yang paling utama adalah lebih berhati-hati lagi bila akan memposting gambar, video, atau pesan ke media sosial. Terutama tidak mencantumkan data diri secara lengkap di akun media sosial, karena potensial mengundang predator anak.
Dikatakan Azimah, dunia maya atau media sesungguhnya merupakan ruang publik. Oleh karena itu, perilaku kita juga harus disesuaikan sebagaimana kita berada di ruang publik lainnya seperti: di sekolah, di rumah ibadah, di pasar, dan sebagainya.
Salah satu bentuknya adalah dengan senantiasa berbusana dan berbicara yang santun di ruang publik, termasuk media sosial. "Sehingga pornografi jelas-jelas melanggar aturan tersebut” ujar Azimah yang juga narasumber tetap di program Parenting Line, Bravos Radio, Jakarta.
Untuk itu, Azimah mengajak para peserta penyuluhan untuk beprilaku yang pantas saat berselancar di dunia maya, terutama dalam aturan berbicara dan berbusana. Para remaja ini Azimah ajak untuk berbusana di media sebagaimana saat mereka berada di ranah publik pada umumnya, seperti pergi ke sekolah, ke masjid, ke pasar, dan sebagainya. Sehingga berperilaku porno sudah semestinya tidak dibenarkan hadir di media.
Sementara itu Aryanto, guru sekaligus Humas SMP Muhamadiyah PK Kota Barat Solo, mangatakan, bahwa materi penyuluhan tadi sangat menarik dan cocok sekali untuk anak-anak usia remaja karena pada masa mereka yg masih mencari identitas. Apalagi hidup dalam era digital mereka rentan sekali dengan godaan-godaan negatif seperti kekerasan dan pornagrafi. Oleh karena itu, anak anak dan remaja penting sekali untuk diberi bekal sebagai benteng atau istilahnya pondasi mereka dalam memanfaatkan internet untuk kehidupan.
“Terkait HP, aturan kami di SMP Muhamadiyah PK Kota Barat, siswa tidak boleh membawa HP ke sekolah kecuali ada hal-hal penting maka perlu dikomunikasikan ke guru. Jika ada yg ketahuan membawa HP maka akan disita oleh pihak sekolah dan yang mengambilnya kembali hanya boleh orangtuanya. Dan aturan ini sudah kita sampaikan ketika awal masuk sekolah, “ujar Aryanto.
Jafar, peserta dari Panti Putra Nur Hidayah Kerten, Solo menyatakan, sangat menginspirasi dan bermanfaat untuk pengetahuan dan wawasan mengenai edukasi pornografi terutama untuk dihindari.
Pada penyuluhan bahaya pornografi dan Literasi media pada Kamis, 17 Oktober 2019 ini, dihadiri 80 peserta pelajar SMP Muhamadiyah PK Kota Barat, dan 70 anak panti asuhan Nur Hidayah. Kegiatan yang didukung oleh Dompet Dhuafa, Penerbit Indiva, dan donatur perorangan ini terutama untuk memberi bekalan kepada pelajar SMp Muhamadiyah dan anak-anak panti asuhan tentang dampak buruk media online karena rentan bermuatan pornografi serta mengajak mereka untuk mau menghindarinya.