REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Tuban Petrochemical Industries (TPI) sudah merencanakan empat pengembangan utama setelah 95,9 persen sahamnya resmi dimiliki oleh pemerintah. Total investasi tiap pengembangan bervariasi antara 17,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) hingga 5 miliar dolar AS.
Direktur Utama PT Tuban Petrochemical Industries Sukriyanto menuturkan, pengembangan pertama adalah meningkatkan kapasitas Polytama Propindo dari semula 240 ribu metrik per tahun menjadi 300 ribu metrik per tahun. "Insya Allah, peningkatan ini akan diresmikan produksi pertamanya oleh Pak Isa (Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata) pekan depan," ujarnya dalam diskusi dengan media di Gedung DJKN Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Jumat (18/10).
Uki, sapaan akrab Sukriyanto, menjelaskan bahwa peningkatan kapasitas tersebut membutuhkan tambahan modal kerja hingga 17,5 juta dolar AS.
Pengembangan kedua masih dilakukan terhadap Polytama. Uki mengatakan, pihaknya akan membangun pabrik Polytama yang kedua dengan perkiraan investasi 300 juta dolar AS. Upaya ini dilakukan seiring dengan pasar yang masih terbuka lebar dalam sektor tersebut.
Pengembangan ketiga adalah membangun pabrik propylene. Uki mengatakan, propylene merupakan bahan baku dari Polytama dan PT Petro Oxo Nusantara (PON). Selama ini, perusahaan kerap sulit mengakses bahan baku karena produksi di dalam negeri ataupun luar negeri.
Uki menjelaskan, propylene milik Polytama dan PON akan dibuat dari propan atau gas alam dengan biaya produksi yang lebih murah dibandingkan gas buatan. Saat ini, perusahaan sedang melakukan feasibility study atau uji kelayakan.
Berdasarkan pre feasibility study, biaya yang dibutuhkan untuk membangun pabrik propylene mencapai 400 juta dolar AS. Perusahaan menargetkan, pengembangan itu akan memasuki masa front end design pada Januari. Dengan begitu, pada tahun depan, pabrik ini sudah mulai dapat diresmikan. "Tapi, kita masih atur apakah akan di bawah PT PON atau Polytama," tutur Uki.
Pengembangan ketiga ini disebutkan Uki sebagai upaya mengantisipasi tingkat permintaan yang menurun dan menipisnya profitability. Hal ini disebabkan mitra dagang utama PT PON, yaitu Cina, tengah mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Dibandingkan memaksa menggenjot pengiriman ke luar negeri, Uki mengatakan, perusahaan lebih memilih mencari sumber bahan baku yang murah. "Pabrik propylene yang nanti dibuat akan menghasilkan sekitar 120 ribu metrik ton per tahun untuk PT PON," ujarnya.
Pengembangan keempat yang akan dilakukan PT TPI adalah membangun pabrik olefin bersama dengan PT Pertamina. Uki mengakui, pengembangan ini membutuhkan biaya investasi paling besar mengingat harus mengintegrasikan dengan satu tingkat downstream di bawahnya, yakni pabrik polietilen dan polipropilen. Investasi yang dibutuhkan mencapai 5 hingga 6 miliar dolar AS.
Secara keseluruhan, Uki memperkirakan, empat pengembangan ini rampung dalam hitungan waktu tiga sampai empat tahun. Meski terlihat lama dan membutuhkan biaya tidak sedikit, pengembangan harus dilakukan untuk menahan laju impor migas. "Hasil akhirnya, menekan defisti neraca perdagangan," katanya.