REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis geopolitik, Hendrajit, mengkritisi hubungan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto yang kembali 'mesra' belakangan ini. Menurut dia, hubungan yang kembali baik ini justru tidak akan berdampak baik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lima tahun mendatang.
Hendarjit mengungkapkan, Megawati selama ini cenderung memiki sikap yang konsisten. Pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 2019-2024 ini, Megawati ingin menjadikan momentum realisasi perjanjian Batu Tulis.
"Megawati ingin pemerintahan Jokowi (periode kedua) aman," ujar Hendrajit dalam diskusi di Kedai Tempo, Utan Kayu, Jakarta Timur, Jumat (18/10).
Terlebih, saat ini elektabilitas Partai Gerindra dan ketokohan Prabowo masih mendapat tempat yang luas di masyarakat. Sehingga, mau tidak mau Megawati memang harus mendekati Prabowo untuk mengamankan posisi PDIP pada Pemilu 2024 mendatang.
"Ini seperti 'bulan madu' yang sempat tak terlaksana di 'perkawinan' Megawati-Prabowo (Mega-Pro) di Pilpres 2009," ungkap Hendrajit.
Dia lantas memaparkan alasan yang melatarbelakangi mengapa hal ini baru bisa direalisasikan oleh Megawati. Hendrajit menilai dalam Pilpres 2014 Megawati ingin meraih kekuasaan terlebih dahulu.
Saat itu Megawati lebih melihat figur Jokowi merupakan sosok tepat untuk meraih kekuasaan lantaran elektabilitasnya yang lebih tinggi dibandingkan Prabowo Subianto. Saat rencana Megawati terlaksana, di sisi lain Prabowo memilih menjadi oposisi karena terlanjur sakit hati.
"Jadi sebanrnya Megawati itu belum ingkar janji. Dia hanya ingin melihat di momen apa perjanjian Batu Tulis dapat dibayarkan. Megawati itu sosok yang konsisten kalau kita lihat dari sikapnya sejak dulu," tegas Hendrajit.
Namun, di sisi lain, mesranya hubungan Megawati-Prabowo ini secara tidak langsung akan menjadikan Jokowi- Ma'ruf Amin sekadar presiden dan wakil presiden bayangan semata. Bahkan, secara de jure, Hendrajit, menyebut Presiden dan Wakil presiden periode 2019-2024 adalah Megawati dan Prabowo.
Jokowi, dalam hal ini berpotensi hanya akan menjadi eksekutor untuk agenda Mega-Pro 2009 lalu. "Tentu, jika Jokowi menerima hal ini, kendali sepenuhnya akan berada di kedua sosok tersebut, " ungkapnya.
Namun demikian, jika Jokowi punya keberanian menolak, akan ada risetensi yang cukup keras dan dilematis bagi pemerintahan lima tahun mendatang. Sikap Jokowi akan hal ini bisa dilihat setelah pelantikannya pada 20 Oktober 2019 mendatang.
"Tapi sampai sekarang kita lihat, Jokowi ngikut aja tuh," lanjut Hendrajit.
Sebagaimana diketahui, Megawati dan Prabowo sempat membuat perjanjian Batu Tulis yang mereka (Megawati dan Prabowo) sebagai kesepakatan maju dalam Pilpres 2009. Perjanjian tersebut disepakati pada 16 Mei 2009 dengan tujuh poin kesepakatan.